Sederet Fakta Kasus Kematian Bule Australia yang Dipulangkan Tanpa Jantung

Posted on

Seorang bule asal Australia, Byron James Dumschat (23) ditemukan tewas di sebuah vila di Kerobokan, Badung, Bali, pada 26 Mei 2025. Jasad Byron dipulangkan ke Australia tanpa jantung dan menjadi tanda tanya besar bagi pihak keluarga.

Dilansir infoBali, dari laporan Polres Badung, Byron ditemukan oleh rekannya, Bailey Peter Woods, sekitar pukul 08.00 Wita dalam keadaan mengapung di kolam renang vila. Berikut rangkuman sederet fakta tentang kematian Byron James Dumschat.

Kapolres Badung AKBP Arif Batubara menyebut korban tewas karena alkohol. Hal ini sesuai temuan kandungan alkohol tinggi di dalam darahnya.

“Berdasarkan hasil autopsi, karena kadar alkohol yang tinggi dalam darahnya,” kata Kapolres Badung AKBP Arif Batubara dalam keterangannya kepada infoBali, Rabu (24/9/2025).

Arif menyebut korban ditemukan tewas 26 Mei 2025 pukul 08.00 Wita. Saat itu, jasadnya mengambang dalam di kolam renang.

Arif enggan membeberkan dari mana asal alkohol yang terdeteksi di dalam darah korban saat mayatnya diautopsi. Namun, dia memastikan tidak ada unsur pidana dalam kematian tersebut.

“Ditemukan (tewas) di kolam renang. (Unsur pidana) tidak ada,” kata Arif.

Berdasarkan hasil autopsi, ada tanda-tanda kekerasan di tubuh Byron. Dari pemeriksaan dokter forensik pada 30 Mei 2025, ada luka akibat kekerasan tumpul di dahi kiri, kelopak mata kanan, lutut kanan, serta punggung kaki kanan.

“Ditemukan memar pada dahi kiri, kelopak mata kanan serta lutut kanan akibat kekerasan tumpul. Ditemukan pula luka lecet pada kelopak mata kanan serta punggung kaki kanan akibat kekerasan tumpul,” ujar Ps. Kasubsi Penmas Sihumas Polres Badung Aiptu Ni Nyoman Ayu Inastuti, dihubungi infoBali, Rabu.

Kemudian, pada 4 Juni 2025 pukul 10.43 Wita telah dilakukan pemeriksaan dalam atas jenazah korban. Disimpulkan, penyebab kematian paling mungkin adalah intoksikasi etanol. Alkohol dalam jumlah tinggi dapat menimbulkan gangguan fisik, kebingungan, disorientasi, penurunan konsentrasi, hingga berisiko menyebabkan korban tak mampu menyelamatkan diri dari air.

“Kemungkinan penekanan sistem saraf pusat serta gangguan penilaian/kognitif menjadi sangat besar peluangnya dan berpotensi pula mengakibatkan orang ini tidak mampu mengeluarkan dirinya dari air,” urai Ayu.

Polres Badung sudah memeriksa sejumlah saksi terkait kematian korban. Di antaranya, kerabat Byron dan salah satu pekerja proyek, Ahmad Fauzi. Pekerja proyek di vila sebelah TKP itu menerangkan pada pukul 08.00 Wita terdengar tangisan perempuan WNA dari dalam vila. Saat mengintip melalui jendela, ia melihat empat orang. Yakni, dua perempuan dan dua laki-laki, salah satunya tergeletak di kursi dekat kolam.

“Saksi kemudian naik ke lantai atas untuk melihat ke TKP melalui celah jendela dan dilihat ada empat WNA di dalam villa, yaitu dua orang perempuan dan satu laki-laki posisi berdiri dan satu orang laki-laki posisi tengadah di kursi kayu dekat kolam,” beber Ayu menjelaskan kesaksian Fauzi.

Setelah kejadian tersebut, akhirnya RSUP Prof IGNG Ngoerah memberikan penjelasan mengenai jasad Byron yang dipulangkan tanpa jantung ke Australia.

“Yang memulangkan itu pihak pemakamannya. Kami serah terima organ jantungnya tanggal 21 Juli 2025,” kata Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Prof Ngoerah, I Made Darmajaya, saat konferensi pers di kantornya, Rabu.

Jenazah Byron sebelumnya dipulangkan ke Australia pada 12 Juni 2025, sekitar empat minggu setelah kematiannya. Namun, saat autopsi kedua di negaranya, ditemukan bahwa jantung pemuda Australia itu tidak ada di tubuhnya.

Pihak rumah sakit menegaskan keluarga sudah diberi tahu sejak awal bahwa jantung korban masih dalam proses autopsi penuh sehingga belum bisa disertakan dalam pemulangan jenazah.

Dia menyebut autopsi terhadap organ vital seperti jantung memang dilakukan secara menyeluruh, termasuk pengambilan organ secara utuh. Proses ini memakan waktu lebih lama dibandingkan pemeriksaan sampel organ biasa.

“Secara teknis, autopsi sudah dilakukan sesuai SOP (prosedur standar operasional) untuk mengambil organ tubuh atau sampel jaringan serta cairan tubuh untuk pemeriksaan penunjang,” jelasnya.

“Pada kasus tertentu, jantung memang harus diambil utuh untuk menentukan letak kelainan jantung. Itu tidak mudah. Dipotong tipis-tipis. Begitu pula dengan otak. Kalau perlu, kami ambil otaknya secara utuh, jika ada kelainan otak,” katanya lagi.

Setelah melalui pemeriksaan laboratorium, jantung Byron akhirnya diserahkan ke pihak pemakaman pada 21 Juli 2025, atau lima pekan setelah jenazah dipulangkan ke keluarganya. Dari pihak pemakaman, organ tersebut kemudian dikirim ke Australia.

Kepala Instalasi Forensik RSUP Prof Ngoerah, Kunthi Yulianti, mengatakan masih ada proses analisis forensik yang dilakukan terhadap jantung Byron. Hal itu dilakukan untuk memastikan letak kelainan pada jantung dan penyebab kematiannya.

“Kami jelaskan bahwa masih ada pemeriksaan. Setelah selesai pemeriksaan kami akan mengembalikan jantungnya,” kata Yulianti.

Yulianti mengatakan hal itu sudah dikoordinasikan dengan pihak keluarga dan Konsulat Jenderal (Konjen) Australia di Bali. Dia mengklaim pihak Konjen Australia dan keluarga korban sudah memberikan pernyataan memahami hal tersebut.

“Keluarga sudah bertanya kepada kami. Kami sudah berikan penjelasan kepada keluarga. Keluarga sudah mengerti dan memahami,” jelasnya.

“Kami juga sudah menjelaskan kepada Konjen Australia. Konjen Australia juga sudah mengerti dan memahami. Mereka membantu kami menjembatani permasalahan ini,” imbuhnya.

Sementara itu, kuasa hukum keluarga menuding pihak rumah sakit disebut langsung mengatur pengembalian organ tersebut ke Queensland pada 11 Agustus 2025, tanpa memberikan penjelasan kepada keluarga.

“Ngoerah tanpa menanggapi surat kami, justru langsung mengatur pengembalian jantung tanpa adanya klarifikasi yang patut,” ujar salah satu kuasa hukum keluarga Byron, Ni Luh Arie Ratna Sukasari, Rabu.

Keluarga juga diminta menanggung biaya tambahan sebesar 700 dolar Australia atau sekitar Rp 7 juta untuk proses repatriasi jantung tersebut.

“Dan bahkan meminta klien kami menanggung biaya tambahan sebesar AUD 700 untuk proses repatriasi organ tersebut,” tambahnya.

Meski jantung Byron sudah dikembalikan, pihak keluarga tetap merasa kecewa. Mereka menilai banyak pertanyaan yang tidak mendapat jawaban, termasuk dasar hukum penahanan jantung.

“Bahwa apa dasar hukum yang menahan jantung dari anak klien kami? Kenapa tidak pernah ada permintaan izin untuk menahan jantungnya? Dan apa alasannya dilakukan otopsi terpisah antara badan dan jantungnya?” kata kuasa hukum keluarga lainnya, I Gusti Ngurah Bayu Padana.

Di Australia, proses identifikasi jantung Byron masih berlangsung. Tes DNA dilakukan untuk memastikan apakah organ tersebut benar milik Byron.

“Sampai saat ini coroner di Australia masih melakukan tes DNA untuk memastikan apakah ini jantung Byron atau bukan. Masih belum ada kepastian,” imbuhnya.

Keluarga Byron melalui pengacaranya menduga ada kejanggalan di balik kematiannya. Ni Luh Arie Ratna Sukasari, salah satu pengacara, mengatakan kematian Byron baru dilaporkan ke polisi empat hari setelah kejadian.

Byron diketahui sedang berlibur di Bali bersama rekannya, Baily Peter Woods. Keduanya menginap di Villa The Grove Bumbak, Jl. Bumbak, Desa Kerobokan Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Malam sebelum meninggal, Byron dan Baily sempat bertemu dengan dua perempuan asal Melbourne, Australia, berinisial KP dan JL. Mereka lantas minum bersama di vila.

Keesokan harinya, Senin, 26 Mei 2025 sekitar pukul 08.00 Wita, Byron ditemukan tak bernyawa di kolam renang vila. Ia dinyatakan meninggal dunia di RS BIMC pada pukul 10.59 Wita. Kematian Byron baru dilaporkan ke Polres Badung pada Jumat, 30 Mei 2025, oleh staf vila bernama I Wayan Agus Ariana.

Para saksi diizinkan kembali ke negaranya tanpa pemeriksaan. Ada tiga orang yang bersama Byron pada malam sebelum kematiannya, yakni Baily serta dua perempuan asal Melbourne. Namun hingga kini ketiganya belum pernah dimintai keterangan resmi oleh kepolisian.

“Sayangnya, tanpa memahami apa yang menjadi pertimbangan polisi, ketiganya justru diizinkan meninggalkan Bali tanpa diinterogasi dan tanpa memberikan keterangan terkait peristiwa yang menyebabkan kematian korban,” ujar Arie, kepada awak media, Rabu (24/9/2025).

Polisi disebut telah meminta bantuan Konsulat Australia untuk memfasilitasi pemeriksaan. Namun, hingga kini konsulat belum merespons. Dalam pemeriksaan yang sudah dilakukan Polres Badung, untuk mewakili kesaksian Baily adalah Cross Darren Cecil, kerabat Byron yang sedang berada di Bali.

Pengacara lainnya, I Gusti Ngurah Bayu Pradana, juga mengungkapkan adanya transaksi mencurigakan dari rekening Byron pada hari kematiannya. Transferan itu diketahui salah satunya ditujukan kepada KP dan JL.

“Itu lumayan ada banyak transfernya. Karena pada saat itu, itu ada salah satu ke toko tato, ada kedua wanita tersebut, ada juga beberapa kebutuhan pribadi,” ujar Bayu.

Transfer dilakukan sejak dini hari hingga pagi pada 26 Mei 2025. Jumlahnya diperkirakan mencapai sekitar 1.000 dolar Australia. “Itu beberapa ada yang subuh, untuk detail pastinya, mungkin kami nggak bisa sebar ya, karena ada beberapa juga itu untuk kebutuhan pribadi. Yang pasti itu pagi hari,” lanjutnya.

Dinyatakan Tewas karena Alkohol

Kronologi Kematian Byron

Ada Tanda Kekerasan di Tubuhnya

Polisi Periksa Sejumlah Saksi

RSUP Prof Ngoerah Angkat Bicara

Keluarga Harus Bayar 700 Dolar Australia

Duga Ada Kejanggalan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *