Di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk, perayaan Natal kerap diiringi dengan ucapan selamat Natal dari berbagai kalangan, termasuk umat Islam. Praktik ini kerap memunculkan diskusi di ruang publik, khususnya terkait batas toleransi dan akidah dalam kehidupan beragama.
Para ulama memiliki perbedaan pendapat dalam menyikapi hal tersebut, mulai dari yang membolehkan, menyarankan untuk berhati-hati, hingga secara tegas melarang.
Mengucapkan selamat Natal terutama bagi kaum muslim seringkali menimbulkan berbagai pertanyaan, apakah boleh atau haram. Perkara ini pun memunculkan berbagai pandangan, ada yang memperbolehkan tetapi juga ada yang dengan tegas melarang
Untuk lebih jelasnya, berikut ulasan beberapa pandangan tentang hukum mengucapkan selamat Natal dalam Islam:
Dikutip laman Universitas Islam Indonesia, mengucapkan selamat Natal bukan hal yang dilarang. Justru mengucapkan selamat Natal kepada mereka yang merayakan adalah perbuatan yang baik.
Pandangan ini didasari oleh firman Allah dalam surah al-Mumtahanah ayat 8:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.“
Ayat tersebut menegaskan jika perbuatan baik terhadap siapa saja tidak dilarang, selama mereka tidak memerangi dan mengusirnya dari negerinya. Oleh karena itu, mengucapkan selamat Natal diperbolehkan sebab hal itu juga dianggap sebagai perbuatan baik kepada non-muslim.
Selain itu, sebagian ulama juga berpegangan pada hadis riwayat Anas bin Malik. Dalam hadis tersebut, Rasulullah yang memberi teladan kepada umatnya untuk tetap berbuat baik meski kepada non-muslim sekalipun, berikut hadisnya:
كَانَ غُلاَمٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَرِضَ، فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَقَالَ لَهُ: أَسْلِمْ. فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَهُ، فَقَالَ لَهُ: أَطِعْ أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَأَسْلَمَ. فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ: (الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ)
Artinya: “Dahulu ada seorang anak Yahudi yang senantiasa melayani (membantu) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian ia sakit. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendatanginya untuk menjenguknya, lalu beliau duduk di dekat kepalanya, kemudian berkata: Masuk Islam-lah! Maka anak Yahudi itu melihat ke arah ayahnya yang ada di dekatnya, maka ayahnya berkata: Taatilah Abul Qasim (Nabi SAW). Maka anak itu pun masuk Islam. Lalu Nabi SAW keluar seraya bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka.” (HR Bukhari)
Perbuatan baik yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW ini menunjukkan jika berbuat baik kepada non-muslim sekalipun di perbolehkan. Pandangan ini menyimpulkan bahwa hukum mengucapkan selamat Natal bagi mereka yang merayakan dianggap boleh karena dianggap sebagai perbuatan baik kepada non-muslim.
Masih di sumber yang sama, berdasarkan pandangan Muhammadiyah, umat Islam disarankan tidak mengucapkan selamat Natal. Dilansir dari laman Masjid Muhammadiyah, pandangan Muhammadiyah ini berpegang pada prinsip kehati-hatian sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:
“Halal dan haram itu jelas, dan di antaranya terdapat perkara yang syubhat, yang tidak diketahui oleh banyak orang.” (HR. Muslim)
Disarankan untuk menghindari ucapan selamat Natal demi menjaga kemurnian aqidah. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang mengajarkan jika menghindari kerusakan diutamakan daripada menarik kemaslahatan.
Kendati demikian, Muhammadiyah juga memberikan fleksibilitas terhadap non-muslim dalam interaksi sosial dengan tetap menjaga prinsip aqidah. Hal ini didasarkan pada surat edaran Muhammadiyah No.5 Tahun 2020 yang menyatakan bahwa membantu dalam konteks sosial, seperti menata kursi perayaan Natal di kantor, dianggap boleh selama tidak melibatkan ritual keagamaan (ibadah)
Muhammadiyah juga mengadopsi pendekatan al-jam’ut wat taufiq (menggabungkan dan menyelaraskan) dengan mempertimbangkan konteks sosial (lingkungan). Jika di dalam ini, umat muslim tinggal di lingkungan minoritas yang di mana jika tidak mengucapkan selamat Natal dapat berpotensi menyebabkan masalah, maka ucapan tersebut dapat disesuaikan sebagai bentuk toleransi.
Oleh karena itu, berdasarkan pandangan Muhammadiyah, mengucapkan selamat Natal disesuaikan dengan bagaimana situasi dan kondisi sosial di sekitar umat muslim.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Dilansir jurnal berjudul Hukum Mengucapkan Selamat Natal Menurut Yusuf Al-Qaradhawi dan Shaleh Al-Utsaimin, mengutip keterangan dari buku Ahkam Ahlul adz-Dzimmah karya Ibnul Qayyim bahwasanya mengucapkan selamat Natal atau ucapan perayaan agama lainnya disepakati bahwa hukumnya haram.
Dalam surah Al-Zumar ayat 7, berbunyi sebagai berikut:
إِنْ تَكْ فُرُوا فَإِنَّ اللَّ هَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلا يـَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يـَرْضَهُ لَكُمْ
Artinya: “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhoi kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.“
Pandangan ini juga sejalan dengan hadis riwayat Ibnu Umar sebagai berikut:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya: “Barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian kaum tersebut.” (HR Abu Daud).
Menurut Syaikh Utsaimin, haram hukumnya mengucapkan selamat hari raya kaum lain, baik ikut serta dalam pelaksanaannya ataupun tidak. Begitupun ketika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka kepada kita, hendaknya tetap tidak menjawab, karena itu bukanlah hari raya kita. Allah telah berfirman,
وَ مَن یَبۡ تَغِ غَیۡ رَ ٱلإۡ ِ سۡ لَٰ مِ دِینٗ ا فَلَن یُقۡ بَلَ مِنۡ ھُ وَ ھُوَ فِي ٱلأۡ ٓخِ رَ ةِ مِنَ ٱلۡ خَٰ سِ رِ ینَ
Artinya: “Barang siapa mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima darinya hal itu dan dia di akhirat termasuk orang-orang merugi.“
Berdasarkan berbagai pandangan ulama di atas, hukum mengucapkan selamat Natal dalam Islam memang tidak tunggal. Sebagian ulama ada yang membolehkannya sebagai bentuk muamalah atau toleransi sosial, tetapi sebagian lainnya menyarankan kehati-hatian, sementara ada pula yang secara tegas melarang demi menjaga kemurnian akidah. Wallahu’alam bishawab.
Nah, itulah dia beberapa hukum mengucapkan selamat Natal dalam Islam. Semoga bermanfaat!
Artikel ini ditulis oleh Bagus Rahmat Nugroho, peserta Program MagangHub Bersertifikat dari Kemnaker di infocom.







