Seorang ibu rumah tangga (IRT) Ulil Fadillah (39) warga Sarolangun, Jambi, melaporkan dugaan malapraktik dan penipuan Rumah Sakit (RS) Erni Medika ke Polda Jambi. Dugaan malapraktik ini terkait kelalaian penanganan anaknya korban kecelakaan lalu lintas yang meninggal dunia di RS tersebut.
Laporan itu dibuat Fadillah dengan nomor registrasi, STPL/119/V/Res.2.5/2025, pada Rabu (21/5/2025) malam. Fadillah melaporkan kasus itu didampingi pengacaranya, Tengku Ardiansyah.
Fadillah saat diwawancarai awak media, mengatakan kejadian ini berawal pada Senin (5/5/2025) sekitar pukul 20.00 WIB, anaknya yang bernama Muhammad Bayu Prasetyo (17) mengalami kecelakaan di daerah Butang Baru, Sarolangun.
Korban kemudian dibawa ke Puskesmas Butang Baru, sebagai upaya pertolongan pertama. Di Puskesmas, petugas menyarankan agar korban langsung dibawa ke Kota Jambi.
Keluarga mengiyakan dan korban dibawa ke Jambi menggunakan mobil ambulans yang didampingi langsung oleh sopir dan perawat Puskesmas.
Dalam perjalanan ke Jambi, kata Fadillah, tiba-tiba perawat dan sopir memberitahu pada keluarga korban bahwa hanya Rumah Sakit Erni Medika yang berlokasi di Kelurahan Talang Bakung, Jambi Selatan, Kota Jambi, yang bisa menerima korban kecelakaan.
“Sopir bilang anak saya itu tidak bisa dibawa ke RS manapun. Saya bilang gimana yang terbaiknya saja, ‘Iya sudah, Bu, kita berhenti di sini, siapa tahu rumah sakit ini menerima.’ Saat itu saya tidak tahu kalau itu di Rumah Sakit Erni Medika,” kata Fadillah, Kamis (22/5/2025).
Korban dibawa ke ruang ICU, dan dipasang oksigen dan infus. Korban kemudian diminta untuk dilakukan rontgen. Namun, pihak RS Erni Medika tidak memiliki alat, maka korban dibawa ke RS Royal Prima untuk dirontgen.
Setelah itu, korban dibawa ke ruangan ICU RS Erni Medika. Tidak lama setelah itu, ibu korban kemudian dipanggil orang bernama Jon, yang mengaku pemilik dari RS Erni Medika, dan meminta keluarga menyediakan uang Rp 30 juta untuk biaya operasi.
“Saya kemudian mengusahakan uang Rp 30 juta untuk operasi itu,” ujar Fadillah.
Uang tersebut sudah diberikan ke RS disertai bukti penyerahan, pada 6 Mei 2025 sekitar pukul 17.00 WIB. Korban masuk ke ruang operasi RS Erni Medika, pada pukul 19.00 WIB.
Setelah itu, lanjut Fadillah, dokter bedah saraf yang menangani korban memberitahukan secara langsung kepada pihak keluarga bahwa korban tidak dapat dilakukan operasi.
“Waktu itu dokter bedah saraf bilang, ‘Anak ibu gak jadi operasi, Buk. Itu karena anak ibu sedang tidak sadar.’ Besoknya saya nanya ke pihak rumah sakit, mau ketemu dokternya, tapi tidak bisa,” ucap Fadillah.
Kata Fadillah, selama berada di ruang operasi, korban hanya dilakukan penanganan perbaikan jahitan dan luka di bagian wajah, dan hanya diberikan obat saraf.
Setelah keluar dari ruang operasi, korban kemudian kembali ke ruang ICU. Korban menjalani perawatan hingga lima hari. Pada, Minggu (11/5/2025) pukul 10.03 WIB, korban dinyatakan meninggal dunia, dan operasi tidak kunjung dilakukan.
Namun, Fadilah mengaku heran setelah kematian anaknya, pihak rumah sakit mengklaim bahwa anaknya dilakukan operasi.
Akan tetapi, di sisi lain,dokter yang diketahui bernama Andri yang menandatangani surat kematian anaknya menegaskan bahwa, di tubuh anaknya tidak ada tanda-tanda operasi.
“Dokter yang tanda tangan surat kematian anak saya bilang, ‘Buk, anak ibu ini tidak ada dioperasi, tidak ada tanda lubang serambut pun, tidak ada bagian kepala yang dijait dan diperban.’ Nah, kita tahunya dari situ,” katanya.
Sampai saat ini, pihak keluarga masih mempertanyakan uang itu ke pihak RS. Uang untuk operasi itu belum dikembalikan oleh pihak RS.
Selain itu, pihak keluarga juga menaruh kejanggalan lain selama masa perawatan korban. Fadillah menyebut sempat terjadi kebocoran tabung oksigen yang ada dalam dalam kamar ICU anaknya, dan saat itu dia mendapati tubuh anaknya penuh dengan keringat.
“Dari tetangga (ruang perawatan) anak saya itu bilang bahwa oksigen itu bocor. Lalu saya masuk. Saya tanya perawat, apa iya Bu, oksigen anak saya bocor. Terus dijawab ‘Engga, Buk, mana ada’,” ujarnya.
“Lihat kondisi anak saya, saya kemudian baca Yasin. Belum siap baca Yasin, suami saya menjerit, dan melihat anak saya sudah kritis. Terus perawatnya datang ‘Kenapa, Bu? Ibu bikin saya kaget saja, makanya Buk, anaknya jangan dipegangin terus,'” sambungnya.
Sementara itu, Tengku Ardiasnyah pengacara keluarga korban menyebut beberapa kejanggalan ini menjadi dasar laporan dugaan malapraktik dan kelalaian yang menyebabkan kematian dari pihak RS Erni Medika.
“Yang kita laporakan saat ini dugaan malapraktik dan kelalaian yang menyebabkan kematian. Kalau dugaan penipuan, kita juga sedang diskusikan bersama tim,” katanya.
Selain dugaan malapraktik, pihak keluarga juga mengaku adanya dugaan penipuan uang Jasa Raharja diklaim langsung oleh pihak rumah sakit.
Saat itu, pihak rumah sakit menyebut, jika pihak keluarga yang mengurus Jasa Raharja bisa memakan waktu berbulan-bulan. Pihak keluarga kemudian mengiyakan arahan dari rumah sakit.
“Katanya kalau yang urus Jasa Raharja bisa cepat cair, dan uang Jasa Raharja itu cairnya Rp20 juta, dan yang ditransfer cuman Rp 10 juta,” kata Tengku.
Kasubdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Jambi, AKBP Wendi Oktariansyah membenarkan bahwa, pihaknya sudah menerima laporan tersebut. Pihaknya akan menindaklanjutinya laporan itu.
“Polda Jambi sudah menerima laporannya, dan segera akan kami tindak lanjuti. Mohon waktunya,” ujarnya.
Sementara itu, dr. R. Deden Sucahyana, Ketua Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Provinsi Jambi juga menyatakan bahwa telah menerima laporan terkait kasus ini.
“Untuk kasus ini, ya kita BPRS sudah terima dan tindak lanjuti. Kita sudah panggil pihak RS,” katanya.
infoSumbagsel juga masih berupaya mengkonfirmasi pihak RS Erni Medika perihal kasus ini.