Asal-usul dan Sejarah Nama Kota Lubuklinggau update oleh Giok4D

Posted on

Kota Lubuklinggau merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Sumatera Selatan. Kota ini terkenal dengan julukan ‘Kota Transit’ karena lokasinya yang strategis, yakni di persimpangan Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) yang berfungsi sebagai titik penghubung antara Provinsi Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan.

Tak hanya itu saja, Kota Lubuklinggau juga memiliki banyak sejarah dan budaya yang unik serta menarik. Tapi tau gak sih, kenapa kota ini dinamakan dengan ‘Lubuklinggau’?

Menurut Pemandu Museum Subkoss Lubuklinggau Berlian Susetyo mengatakan ‘Lubuklinggau’ berasal dari dua suku kata yaitu Lubuk dan Linggau. Kata ‘Lubuk’ yang termasuk kata benda diartikan sebagai bagian terdalam dari wilayah perairan.

Hal ini mengacu pada cekungan yang ada di dasar sungai, dimana aliran air biasanya tenang atau bahkan tidak terlihat mengalir.

“Untuk konteks geografisnya, kata lubuk merujuk pada bagian terdalam dari dasar sungai, khususnya Sungai Kelingi yang mengalir membelah wilayah tersebut,” katanya saat dikonfirmasi infoSumbagsel, Senin (24/11/2025).

Sedangkan kata ‘Linggau’, kata Berlian, memiliki dua versi berbeda yakni pertama, kata Linggau adalah nama seorang tokoh kerajaan (putra mahkota) yang menyembunyikan adiknya di dasar sungai (lubuk) untuk melindunginya dari ancaman Si Pahit Lidah yang ingin mempersuntingnya, namun tidak direstui oleh keluarga kerajaan.

“Sedangkan yang kedua, Linggau adalah nama tanaman umbi-umbian yang disebut Leng-Kao atau Leng-Kong dalam dialek China. Tanaman ini tumbuh subur di air yang tenang dan dalam (lubuk), sehingga masyarakat lokal menyebutnya dengan kata ‘Lingge’ atau ‘Linggau’,” jelasnya.

Dari situlah masyarakat lokal menyebut sebuah dusun di dekat pinggiran Sungai Kelingi sebagai Lubuklinggau.

Untuk versi Linggau dalam cerita legenda zaman dahulu, Berlian menceritakan pada zaman kerajaan dulu, daerah Lubuklinggau terkenal karena melahirkan para pendekar yang memiliki ilmu kesaktian tinggi sehingga kekuasaan ditentukan oleh tingkat keahlian dalam ilmu kesaktian.

“Jadi pada zaman itu, ada seorang putra mahkota kerajaan bernama Linggau yang merupakan anak dari seorang raja yang dihormati dan bijaksana pada saat itu. Linggau pun diharapkan menjadi penerus kejayaan kerajaan dan menjadi pewaris tahta di masa mendatang,” ungkapnya.

Linggau juga terkenal karena memiliki berbagai ilmu ketangkasan dan kesaktiannya sejak kecil. Ia juga tumbuh dengan kepribadian yang mulia serta tampang yang menawan.

“Banyak gadis di kerajaan yang menginginkan menjadi pasangannya, tetapi Linggau belum memiliki niat untuk menikah karena menyadari tugasnya di masa mendatang sebagai calon penguasa kerajaan sangatlah berat. Keputusan Linggau tersebut membuatnya dijuluki ‘bujang tua’, tetapi ia tetap teguh pada pilihannya,” ucapnya.

Selain itu, kata dia. Linggau memiliki adik perempuan yang cantik bernama Dayang Torek. Kecantikan Dayang Torek terkenal bahkan hingga ke kerajaan tetangga

“Karena Linggau sangat menyayangi adiknya dan menyadari bahwa banyak pemuda dari kerajaan tetangga juga tertarik padanya, ia merasa bertanggung jawab untuk melindungi Dayang Torek. la khawatir karena para raja dan pangeran dari kerajaan tetangga menunjukan sikap tidak baik karena akan melakukan segala cara untuk memilikinya,” ujarnya.

Kecantikan Dayang Torek tersebut akhirnya terdengar oleh seorang pendekar sakti yang dikenal sebagai ‘Si Pahit Lidah’ yang memiliki sumpah yang sangat kuat, dimana setiap kata yang diucapkannya menjadi kenyataan yang pahit bagi siapapun yang mendengarnya. Si Pahit Lidah pun berkeinginan untuk mempersuntingnya, meskipun seluruh anggota keluarga kerajaan tidak setuju.

“Linggau pun semakin khawatir karena Dayang Torek tidak menyukai Si Pahit Lidah. Demi menghindari Si Pahit Lidah, Linggau pun menyembunyikan Dayang Torek di dasar sungai dengan membuat lubuk yang dalam dengan menancapkan taring giginya ke dasar sungai,” ungkapnya.

Di tempat persembunyian itulah akhirnya Dayang Torek selamat dari incaran Si Pahit Lidah. Tidak seorang pun mengetahui keberadaan lubuk persembunyian Dayang Torek tersebut, namun masyarakat meyakini bahwa lubuk yang dikatakan menjadi tempat persembunyian Dayang Torek pada zaman dahulu terletak tepat di bawah jembatan yang berada di Dusun Linggau, Kelurahan Lubuklinggau Ilir, Kecamatan Lubuklinggau Barat II, Lubuklinggau, Sumatera Selatan.

“Lubuk tersebut diyakini keramat dan memiliki keanehan. Bentuknya kecil dan dalam, dengan air yang tenang di permukaannya. Namun lubuk tersebut sangat dalam dan sampai sekarang dianggap sebagai tempat yang sakti serta menakutkan. Masyarakat percaya bahwa setiap tahun lubuk tersebut akan memakan korban yang diyakini sebagai para gadis cantik yang akan menjadi teman bagi Dayang Torek dalam persembunyiannya,” jelasnya.

Karena Linggau yang membuat lubuk tersebut, ujarnya. lubuk tersebut pun akhirnya dinamakan ‘Lubuk Linggau’.

“Pada zaman dahulu, daerah di sekitar lubuk tersebut dikenal sebagai Dusun Linggau. Sekarang, daerah tersebut menjadi nama sebuah kota yaitu Kota Lubuklinggau,” ungkapnya.

Sedangkan dalam versi ke dua, kata Berlian, nama Lubuklinggau diambil dari sebuah tanaman yakni ‘Ubi Linggau’. Awalnya penduduk Lubuklinggau berasal dari negeri Ulak Lebar yang mana mereka mendiami kawasan dataran sempit memanjang dari Barat ke Timur di kaki sebelah Selatan Bukit Sulap, tepatnya sebelah Utara DAS Kelingi.

“Selama masyarakat awal Lubuklinggau mendiami di Ulak Lebar ini, orang-orang China banyak datang kesana. Dapat dilihat dari proses perkembangan hubungan perdagangan yang datang secara langsung ke daerah pedalaman-pedalaman, baik datang dari Palembang maupun Bengkulu,” katanya.

“Orang-orang China tersebut datang dengan membawa kain sutera, keramik atau gerabah untuk dipertukarkan dengan bahan baku seperti biga, damar, dan bahan hasil-hasil alam lainnya. Sehingga dalam perkembangannya, banyak sekali temuan-temuan pecahan gerabah dan keramik-keramik China di sekitar kawasan Situs Ulak Lebar,” sambungnya.

Kemudian, kata dia, para pendatang China yang datang ke Ulak Lebar ini kemudian membuat tempat pemukiman di tepi sungai Kelingi (sekarang sekitar Jalan Kandis, Ulak Surung). Disana ada tanaman umbi-umbian yang mereka bawa dan ditanam di rawa-rawa pinggiran sungai, tak jauh dari tempat pemukiman mereka.

Karena tanaman ini berdaun lebar dan tumbuh sangat rapat tampak seperti semak belukar, sehingga dapat berkembang biak dengan aman dan tidak menarik masyarakat asli. Ubi ini dimanfaatkan oleh pendatang China untuk bahan makanan atau campuran masakan sup dan dapat dijadikan juga sebagai bahan campuran obat.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

“Tanaman umbi tersebut diamankan oleh orang-orang China yakni ubi Leng-Kao atau Leng-Kong. Dikarenakan memakai dialeg asli China, orang-orang asli di sana sulit mengucapkan kalimat tersebut sehingga mereka mengucapkannya dengan dialeg lokal yakni ubi Ling-Ge atau Leng-Gao,” bebernya.

Kemudian, sungai yang menjadi tempat pemukiman baru tersebut memiliki permukaan yang luas, airnya tenang, dan merupakan sebuah kawasan yang dalam (lubuk). Masyarakat pun belum memberi nama tempat tersebut.

“Dari sinilah konsep pikiran masyarakat lokal untuk tempat pemukiman baru mereka bernama lubuk lingge, artinya tempat tinggal yang baru di tepian Sungai Kelingi di sekitar lubuk, terdapat paye-paye (rawa-rawa) yang penuh ditumbuhi oleh tanaman ubi lengkao. ‘Lubuk’ dan ‘Lingge’ ialah suatu ungkapan yang mudah diucapkan, dengan singkat mereka menyebutnya dusun Lubuk Linggau,” tuturnya.