Dinkes Palembang Catat 211 Kasus HIV/AIDS, Soroti Keterlambatan Diagnosis

Posted on

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Palembang mencatat kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) sebanyak 211 kasus. Jumlah itu tercatat sejak Januari hingga Juni 2025.

Ketua Tim P2P Dinkes Kota Palembang Muhammad Idrus mengatakan, dari 211 kasus tersebut tercatat ada 154 kasus terdeteksi sebagai HIV, sementara 57 pasien telah ditemukan dalam kondisi AIDS. Dia menyebut penemuan dalam status AIDS menunjukkan adanya keterlambatan diagnosis.

“Banyak stigma menyebabkan pasien takut untuk memeriksakan diri atau memilih berobat di puskesmas yang jauh dari tempat tinggal mereka,” ujarnya saat ditemui infoSumbagsel di kantornya, Jumat (5/12/2025)

Dia mengatakan total pasien HIV/AIDS yang saat ini sedang menjalani pengobatan aktif di Palembang mencapai 2.094 orang sejak tahun 2004 hingga tahun 2025.

Untuk meningkatkan kemudahan akses, layanan HIV/AIDS sudah tersedia di seluruh fasilitas kesehatan tingkat pertama.

“Alhamdulillah, kalau layanan HIV/AIDS di Kota Palembang sudah cukup baik. Dari 42 puskesmas yang ada, semuanya itu ada layanan tes HIV dan konseling. Dan jika ditemukan ada yang positif, semua puskesmas bisa melayani untuk pengobatan,” jelasnya.

Selain itu, layanan pencegahan penularan HIV kini semakin diperluas di Palembang, di mana obat Pre-exposure prophylaxis (PrEP) sudah tersedia di beberapa Puskesmas, di antaranya Puskesmas Nagaswidah, Puskesmas Kampus, dan Puskesmas Sei Baung (Sungai Baung).

Ketersediaan layanan di faskes ini penting, mengingat Puskesmas Sungai Baung menjadi salah satu lokasi dengan jumlah pasien HIV yang dilayani paling banyak, selain Rumah Sakit Muhammad Hoesin (RSMH).

Dinkes menyoroti bahwa tantangan terbesar dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di Palembang yakni stigma negatif dan diskriminasi dari masyarakat. Stigma ini menyebabkan banyak pasien takut untuk memeriksakan diri atau memilih berobat di Puskesmas yang jauh dari tempat tinggal mereka.

“Stigma ini bisa dari masyarakatnya, yang kalau ada ketahuan pasien HIV di lingkungannya, itu masih persepsi mereka masih negatif sehingga seringkali pasiennya tidak melakukan perbuatan di faskes yang ada di wilayahnya,” ujar Idrus.

Ketakutan pasien untuk memeriksakan diri berdampak serius, bahkan menyebabkan banyak kasus HIV baru ditemukan ketika status pasien sudah berada dalam kondisi AIDS, seringkali setelah dirawat karena penyakit penyerta lain, seperti TB.

Menanggapi hal itu, Dinkes Palembang fokus pada upaya pencegahan yang komprehensif dengan mengimplementasikan empat strategi utama, yaitu promotif (peningkatan kesehatan), preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), dan rehabilitatif/sosialitatif (pemulihan dan integrasi sosial).

Untuk menanggulangi dan memutus rantai penularan, Dinas Kesehatan Kota Palembang melakukan upaya komprehensif yang meliputi Edukasi Massif berupa sosialisasi dan penyuluhan tentang pencegahan HIV/AIDS serta bahaya perilaku berisiko seperti seks bebas, yang ditargetkan kepada lingkungan sekolah (SMP/SMA), pesantren, hingga lingkungan kerja.

Selain itu, dilakukan juga notifikasi pasangan dengan mendorong pasien positif untuk secara sukarela membuka diri dan mengajak pasangan seksualnya untuk menjalani pemeriksaan. Upaya ini diperkuat melalui Kolaborasi dengan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan NGO (Non-Governmental Organization) seperti Yayasan Tamahani dan Jaringan Indonesia Positif, yang berperan penting dalam memberikan pendampingan intensif kepada pasien agar tetap patuh terhadap jadwal pengobatan dan konseling.

Idrus menggarisbawahi pentingnya kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat antiretroviral (ARV) seumur hidup.

“Di antara 1.400 yang dites viral load, ada sekitar 1.300-an yang sudah tersupresi, di mana kadar virus sangat rendah/tidak terdeteksi. Jadi sudah risiko penularannya kecil,” tambahnya.

Data menunjukkan bahwa kelompok usia yang paling rentan terhadap penularan HIV/AIDS adalah usia produktif, yakni antara 24 hingga 49 tahun.

Secara kumulatif, data sejak tahun 2004 hingga saat ini mencatat total 722 pasien HIV/AIDS telah meninggal dunia. Dinkes mengimbau masyarakat untuk mendukung ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) agar tetap produktif dan tidak terasingkan, serta menjauhi semua perilaku yang berisiko menularkan HIV/AIDS.