Nikah siri menjadi polemik yang sedang ramai dibahas saat ini. Meski sah menurut agama, pernikahan yang tidak dicatat negara ini sering menimbulkan banyak masalah, baik bagi istri, suami, maupun anak.
Pada hakikatnya, menikah merupakan bagian dari perjalanan hidup manusia yang sarat nilai sosial dan religius. Hal tersebut dijelaskan dalam beberapa ayat Al-Qur’an di antaranya :
Ayat Al-Qur’an tentang Manusia Diciptakan Berpasang-pasangan:
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya: Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (QS Az-Zariyat: 49)
Ayat Al-Qur’an tentang Ketentraman dalam Pernikahan:
Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir, QS Ar-Rum: 21.
Tetapi realitasnya, tidak semua pernikahan dilakukan sesuai ketentuan hukum negara, sehingga lahirlah praktik nikah siri yang hingga kini memicu perdebatan.
Berikut ini infoSumbagsel rangkum ulasan mengenai nikah siri, termasuk hukum, syarat dan rukun nikah siri dalam Islam.
Dilansir infoHikmah, istilah nikah siri berasal dari bahasa Arab yaitu “sirrun” yang artinya diam-diam atau dirahasiakan. Sehingga berbeda dengan pernikahan pada umumnya yang diumumkan atau disebarkan beritanya secara terang-terangan.
Muhammad Roy Purwanto Sularno dalam buku Hukum Perkawinan Bawah Tangan di Indonesia menjelaskan, dalam pandangan Islam, sebenarnya tidak dikenal istilah nikah siri. Setiap pernikahan yang telah memenuhi rukun dan syarat sah menurut ajaran Islam dianggap sah di mata agama.
Istilah nikah siri atau pernikahan yang dirahasiakan sudah dikenal di kalangan ulama sejak masa Imam Malik bin Anas. Namun, maknanya pada masa dahulu berbeda dengan yang dipahami masyarakat saat ini.
Dahulu, nikah siri merujuk pada pernikahan yang telah memenuhi seluruh rukun dan syarat sah menurut syariat, yakni adanya mempelai laki-laki dan perempuan, ijab kabul oleh wali, serta dua orang saksi.
Hanya saja, kedua saksi diminta untuk merahasiakan pernikahan tersebut sehingga tidak ada pengumuman kepada masyarakat, termasuk tidak dilaksanakan walimatul ursy yang berarti pesta atau jamuan makan yang diadakan sebagai ungkapan syukur atas terlaksananya akad nikah dalam Islam. Praktik ini di masyarakat juga dikenal dengan sebutan perkawinan di bawah tangan.
Sementara itu, pengertian nikah siri di Indonesia pada masa sekarang lebih merujuk pada pernikahan yang dilakukan secara agama namun tidak dicatatkan secara resmi oleh negara.
Namun, pernikahan siri tidak dicatatkan secara resmi di Kantor Urusan Agama (KUA) atau Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sehingga tidak memiliki kekuatan hukum negara.
Merujuk Sabda Rasullullah SAW,
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ
Artinya : Tidak ada pernikahan kecuali dengan wali dan dua saksi.
Meski sah menurut agama, sebagian ulama memandang nikah siri makruh atau bahkan haram jika menimbulkan mudarat, seperti penyembunyian status istri atau ketidakjelasan hak anak.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menegaskan bahwa nikah siri hukumnya haram jika berpotensi menimbulkan kerugian terhadap pihak istri maupun anak meskipun sah secara agama jika syarat terpenuhi.
Dilansir infoHikmah, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis menegaskan sikap MUI terkait maraknya praktik nikah siri yang terjadi di masyarakat. Dia meluruskan pemahaman publik mengenai dua jenis nikah siri yang kerap disalahartikan.
Menurut Kiai Cholil, istilah nikah siri sebenarnya mencakup dua bentuk. Pertama, pernikahan yang sudah memenuhi seluruh syarat dan rukun secara agama, tetapi tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA). Kedua, nikah yang tidak memenuhi syarat dengan benar dan dilakukan diam-diam.
“Nikah siri yang dimaksud adalah nikah yang cukup syarat rukunnya tetapi tidak dicatatkan di KUA. Tidak ada catatan ke negara disebut dengan nikah siri,” ujar Kiai Cholil di Kantor MUI Pusat, Selasa (25/11/2025), dilansir MUI Digital.
Bentuk pertama adalah yang paling banyak terjadi di masyarakat. “Secara Islam yang penting cukup syarat itu sah. Karena di dalam syarat pernikahan dalam Islam tidak perlu atau tidak wajib harus ada pencatatannya,” ujarnya.
Dia mengatakan MUI memandang nikah siri sah secara agama tapi haram karena dalam praktiknya menimbulkan banyak mudarat terutama bagi perempuan dan anak.
“Karena nikah siri itu lebih banyak merugikan terhadap perempuan. Jadi nikah siri kalau di keputusan MUI sah, tapi itu haram. Kenapa? Nyakiti orang lain. Membuat perempuan itu kurang sempurna mendapatkan haknya,” tegasnya.
Meski sah, MUI menyarankan masyarakat menghindari nikah siri dan memilih pernikahan yang tercatat resmi di negara. MUI juga mengimbau agar tidak menerima pinangan sembunyi-sembunyi yang berujung pernikahan siri.
“Nikah aja langsung yang dicatatkan di KUA sehingga sah secara agama dan sesuai dengan undang-undang,” pungkasnya.
Di Indonesia, pernikahan dianggap sah jika tercatat oleh negara. Karena nikah siri tidak didaftarkan, akibat di antaranya :
Dengan kata lain, nikah siri tidak memiliki kekuatan hukum formal, sehingga menyulitkan status keluarga di kemudian hari.
Secara syariat, nikah siri tetap dianggap sah asalkan memenuhi rukun dan syarat perkawinan dalam Islam. Rukun nikah tersebut adalah:
Muslim, jelas identitasnya, dan bukan mahram calon istri.
Muslimah atau ahli kitab (dalam kondisi tertentu), serta tidak sedang dalam ikatan pernikahan dengan orang lain.
Wali dari pihak perempuan, diutamakan wali nasab (ayah, kakek, saudara laki-laki, dsb). Jika tidak ada wali nasab, dapat menggunakan wali hakim.
Diucapkan dengan jelas oleh wali dan mempelai laki-laki dalam satu majelis. Harus dalam bentuk pernyataan menikahkan dan menerima pernikahan.
Laki-laki Muslim, adil, dan paham maksud akad.
Nikah siri sah secara agama, karena seluruh rukun di atas terpenuhi. Namun tidak sah secara negara apabila tidak dicatat di KUA atau Dukcapil, sehingga tidak memiliki akta nikah.
Nah infoers, itulah ulasan tentang pernikahan siri. Semoga artikel ini bermanfaat.
Artikel ini ditulis oleh Aldekum Fatih Rajih, peserta magang Prima PTKI Kementerian Agama RI.
Awal Mula Istilah Nikah Siri
Pandangan MUI tentang Nikah Siri
Hukum Nikah Siri Menurut Negara
Rukun Nikah Siri dalam Islam
1. Calon Pengantin Laki-laki
2. Calon Pengantin Perempuan
3. Wali Nikah
4. Ijab dan Kabul
5. Dua Orang Saksi
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menegaskan bahwa nikah siri hukumnya haram jika berpotensi menimbulkan kerugian terhadap pihak istri maupun anak meskipun sah secara agama jika syarat terpenuhi.
Dilansir infoHikmah, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis menegaskan sikap MUI terkait maraknya praktik nikah siri yang terjadi di masyarakat. Dia meluruskan pemahaman publik mengenai dua jenis nikah siri yang kerap disalahartikan.
Menurut Kiai Cholil, istilah nikah siri sebenarnya mencakup dua bentuk. Pertama, pernikahan yang sudah memenuhi seluruh syarat dan rukun secara agama, tetapi tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA). Kedua, nikah yang tidak memenuhi syarat dengan benar dan dilakukan diam-diam.
“Nikah siri yang dimaksud adalah nikah yang cukup syarat rukunnya tetapi tidak dicatatkan di KUA. Tidak ada catatan ke negara disebut dengan nikah siri,” ujar Kiai Cholil di Kantor MUI Pusat, Selasa (25/11/2025), dilansir MUI Digital.
Bentuk pertama adalah yang paling banyak terjadi di masyarakat. “Secara Islam yang penting cukup syarat itu sah. Karena di dalam syarat pernikahan dalam Islam tidak perlu atau tidak wajib harus ada pencatatannya,” ujarnya.
Dia mengatakan MUI memandang nikah siri sah secara agama tapi haram karena dalam praktiknya menimbulkan banyak mudarat terutama bagi perempuan dan anak.
“Karena nikah siri itu lebih banyak merugikan terhadap perempuan. Jadi nikah siri kalau di keputusan MUI sah, tapi itu haram. Kenapa? Nyakiti orang lain. Membuat perempuan itu kurang sempurna mendapatkan haknya,” tegasnya.
Meski sah, MUI menyarankan masyarakat menghindari nikah siri dan memilih pernikahan yang tercatat resmi di negara. MUI juga mengimbau agar tidak menerima pinangan sembunyi-sembunyi yang berujung pernikahan siri.
“Nikah aja langsung yang dicatatkan di KUA sehingga sah secara agama dan sesuai dengan undang-undang,” pungkasnya.
Di Indonesia, pernikahan dianggap sah jika tercatat oleh negara. Karena nikah siri tidak didaftarkan, akibat di antaranya :
Dengan kata lain, nikah siri tidak memiliki kekuatan hukum formal, sehingga menyulitkan status keluarga di kemudian hari.
Secara syariat, nikah siri tetap dianggap sah asalkan memenuhi rukun dan syarat perkawinan dalam Islam. Rukun nikah tersebut adalah:
Muslim, jelas identitasnya, dan bukan mahram calon istri.
Muslimah atau ahli kitab (dalam kondisi tertentu), serta tidak sedang dalam ikatan pernikahan dengan orang lain.
Wali dari pihak perempuan, diutamakan wali nasab (ayah, kakek, saudara laki-laki, dsb). Jika tidak ada wali nasab, dapat menggunakan wali hakim.
Diucapkan dengan jelas oleh wali dan mempelai laki-laki dalam satu majelis. Harus dalam bentuk pernyataan menikahkan dan menerima pernikahan.
Laki-laki Muslim, adil, dan paham maksud akad.
Nikah siri sah secara agama, karena seluruh rukun di atas terpenuhi. Namun tidak sah secara negara apabila tidak dicatat di KUA atau Dukcapil, sehingga tidak memiliki akta nikah.
Nah infoers, itulah ulasan tentang pernikahan siri. Semoga artikel ini bermanfaat.
Artikel ini ditulis oleh Aldekum Fatih Rajih, peserta magang Prima PTKI Kementerian Agama RI.







