Kehidupan Tunggu Tubang: Perempuan, Padi, dan Kopi

Posted on

Menjalani hidup sebagai tunggu tubang mempunyai peranan penting sebagai penjaga tradisi dari nenek moyang (puyang). Ada tiga hal yang tidak terlepas dari kehidupan tunggu tubang, yakni perempuan, padi, dan kopi.

Tunggu tubang merupakan tradisi yang melekat dengan masyarakat Semende, Muara Enim. Sistem adat ini mengatur hak dan tanggung jawab terhadap harta pusaka (warisan) yang dipegang oleh anak perempuan tertua.

Jika dalam satu keluarga terdapat anak perempuan tertua, maka otomatis menjadi calon tunggu tubang. Hal itu menempatkannya pada posisi strategis untuk memastikan keberlanjutan kehidupan keluarga.

Perempuan tunggu tubang menjadi ujung tombak dalam menjaga ketahanan pangan dan keseimbangan ekonomi keluarga. Tidak hanya fokus pada urusan domestik, mereka ikut andil dalam merawat padi dan kopi.

Di tengah jeda antara musim tanam dan panen padi, para perempuan tunggu tubang memanfaatkan waktu luang untuk merawat dan mengelola kebun kopi. Mereka menjalankan tugas sebagai penjaga harta pusaka sekaligus mencari sumber penghasilan tambahan.

Juniarti, seorang tunggu tubang menceritakan aktivitas menjawat kopi di sela-sela menunggu masa panen padi. Kebun kopi yang berada di Desa Muara Tenang, Semende Darat Tengah, menjadi selingan ketika lahan sawah belum memasuki masa panen. Kebun yang terbentang satu Hektare memerlukan perawatan yang mamksimal.

“Karena panen akan dimulai di bulan Juni awal, jadinya saya bersama suami sekarang menjawat kebun kopi,” ujar Juniarti dalam rilis yang diterima infoSumbagsel, Kamis (22/5/2025).

Setelah masuk musim panen, Juniarti dan para perempuan tunggu tubang lainnya akan fokus ke sawah. Ketika sawah sedang istirahat, mereka akan kembali berkebun untuk melanjutkan perawatan kopi.

Masyarakat Semende, termasuk perempuan memiliki pemahaman tersendiri mengenai perawatan sawah. Bagi mereka, sawah di Semende akan ditanam hanya satu kali dalam setahun dengan menggunakan padi lokal.

Ketika masa panen berlangsung, mereka akan fokus ke sawah. Mulai dari proses panen hingga penyimpanan di tengkiang. Setelah itu, tunggu tubang akan beralih ke kebun kopi untuk mencari pendapatan tambahan.

Selain bernilai ekonomi, keterlibatan perempuan dalam kebun kopi juga menjadi ruang afirmasi peran mereka sebagai pengelola sumber daya alam yang berkelanjutan. Dari hasil kebun kopi itu, mereka mampu menyekolahkan anak, merawat rumah, hingga keperluan lain.

“Alhamdulilah, penghasilan kopi dipakai untuk menyekolahkan anak salah satunya yang besar ini (sambil menunjuk Marisa). Terus yang kedua, juga yang masih SD,” kata Juniarti di sela-sela obrolan di kebun kopinya.

Fenomena ini menunjukkan bahwa dalam siklus kehidupan masyarakat agraris, kopi dan padi bukan sekadar komoditas. Itu termasuk bagian dari harmoni peran gender, warisan adat, dan strategi bertahan hidup atau ketahanan pangan. Perempuan tunggu tubang hadir sebagai jembatan antara tradisi dan inovasi, antara masa tanam dan panen, antara alam dan keluarga.

Pemerintah daerah dan lembaga pendamping pun mulai memberi perhatian lebih kepada kelompok perempuan pengelola kopi, meski saat ini pelatihan, bantuan alat pertanian, dan akses pasar belum begitu terlihat secara signifikan. Diharapkan, peran tunggu tubang tidak hanya diakui secara kultural, tetapi juga diperkuat secara ekonomi dan kelembagaan.

Di Sumatera Selatan sendiri khususnya, promosi kopi tengah digencarkan oleh pemerintah melalui Peraturan Gubernur Nomor 19 Tahun 2024 tentang Pengembangan Kopi Sumatera Selatan Berkelanjutan. Hal ini dikarenakan, kopi merupakan komoditas yang potensial untuk kehidupan ekonomi masyarakat.

Kopi, padi, dan perempuan tunggu tubang bukan lagi tiga entitas terpisah, melainkan satu rangkaian kehidupan yang saling terhubung dan membentuk harmoni dalam siklus kehidupan untuk bertahan dan berkembang.

Selaras dengan itu, Ghompok Kolektif menggarap project yang berjudul Tubang Tak Kan Tumbang. Project ini membahas mengenai sistem ketahanan pangan yang dimiliki tunggu tubang. Inovasi yang dihadirkan oleh tunggu tubang menjadi pelengkap bagaimana perempuan berperan besar dalam hubungan ketahanan pangan.

Mengenal Perempuan Tunggu Tubang

Merawat Padi dan Kopi

Penggerak Perekonomian Keluarga

Jembatan Antara Tradisi, Inovasi dan Alam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *