Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan pemerintah daerah di Sumatera Selatan (Sumsel) untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik. Beberapa indikator penilaian disebut KPK masih merah.
“Kalau merah itu berarti masih belum baik dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan. Itu peringatan. Kami datang untuk mengingatkan supaya pelayanan publik, peraturan, dan sebagainya dirapikan,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di Griya Agung Palembang, Rabu (19/11/2025).
Kategori merah itu disebutnya bukan hanya berdasarkan hasil survei, tapi penilaian mendalam yang telah dilakukan KPK. Hal itu menggambarkan masih lemahnya pelaksanaan tata kelola pemerintahan.
Menurutnya, perlu dilakukan perbaikan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik sebagai upaya menurunkan tingkat kerawanan korupsi di daerah. Perbaikan itu juga merupakan upaya mendorong iklim investasi yang sehat agar investasi masuk ke daerah.
“Investor hanya akan datang jika merasa aman dan mendapat layanan yang sesuai aturan. Jika investasi meningkat, lapangan kerja ikut bertambah dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tapi, kalau pelayanan tidak bagus, korupsi banyak, peraturan berbelit, maka investor tidak akan datang. Dampaknya ke daerah, dan masyarakat juga ikut merasakan,” jelasnya.
Dia berharap, seluruh pemda di Sumsel dapat melakukan perbaikan secara bertahap. Sehingga, indikator tata kelola pemerintahan dapat berubah dari merah menjadi kuning hingga menuju hijau.
“Pencegahan korupsi harus dilakukan bersama dan secara berkelanjutan,” ungkapnya.
Terkait jumlah data penanganan perkara di Sumsel, KPK mencatat pada periode 2019-2025 terdapat 390 kasus yang ditangani. Data tersebut menunjukkan masih perlunya edukasi dan pembenahan sistem untuk mencegah korupsi sejak dini.
“Kita tidak hanya memproses perkara, tapi juga mengedukasi. Karena kita melihat indikatornya merah, maka kita datang memberikan edukasi supaya berubah,” tambahnya.
KPK juga menyoroti terkait jabatan, kewenangan, fasilitas, dan privilege sering menjadi titik rawan penyalahgunaan kekuasaan. Bentuk-bentuk korupsi di daerah umumnya dipicu oleh janji politik balas budi, konflik kepentingan dalam jabatan, penempatan kroni, penggunaan APBD untuk kepentingan pribadi, perizinan dan suap, dan campur tangan keluarga dalam pengambilan keputusan.
Johanis juga mengingatkan tingginya potensi kerawanan korupsi pada masa rotasi pejabat daerah, khususnya setelah 6 bulan kepala daerah menjabat. Dia menegaskan agar proses tersebut jauh dari praktik KKN.
“Bila perlu diuji kompetensinya oleh perguruan tinggi atau kementerian terkait,” tambahnya.
Sementara itu, Gubernur Sumsel Herman Deru mengatakan bahwa rakor menjadi momentum penting untuk menyatukan langkah pemda dalam memperkuat sistem pencegahan korupsi.
“Kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh kepala daerah yang hadir. Momentum ini penting untuk merumuskan langkah strategis dalam memperkuat integritas dan tata kelola pemerintahan, sekaligus memastikan pelayanan publik, perizinan, dan pengelolaan anggaran berjalan transparan,” ujarnya.
Pemprov Sumsel, kata dia, terus memperkuat komitmen melalui program Monitoring Center for Prevention (MCP). Dia juga meminta agar 8 area intervensi pencegahan korupsi dapat terus dioptimalkan.
“Setiap daerah memiliki kapasitas dan tantangan berbeda, tetapi komitmen untuk memperkuat sistem birokrasi, pengadaan barang dan jasa, perizinan, hingga pengelolaan aset harus menjadi prioritas bersama,” imbuhnya.







