Krisis ekonomi sedang melanda warga di Pulau Enggano, Bengkulu Utara, Bengkulu. Kapal pengangkut hasil bumi dari pulau tersebut ke Kota Bengkulu tak bisa dilakukan imbas dangkalnya alur Pelabuhan Pulau Baai.
Diketahui, rata-rata masyarakat di Pulau Enggano adalah berprofesi sebagai petani dan nelayan. Kondisi krisis ekonomi yang sudah terjadi sejak Maret ini, membuat warga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Bahkan untuk mendapatkan satu kilogram beras, warga harus menukar dengan hasil bumi. Hal itu karena warga tak memiliki uang, meski hasil kebun dan hasil tangkapan ikan melimpah. Barter ini dilakukan antara sesama warga.
“Misalnya, ikan segenceng (1,5 kilogram) bisa ditukar dengan beras 1 kilogram. Karena kami tidak ada uang, jadi mau belanja pakai apa,” kata Rahmawati, salah satu warga Desa Malakoni.
Hal serupa juga dilakukan untuk membeli minyak goreng, gula pasir, tepung terigu, telur dan sebagainya.
Rahmawati mengaku kondisi ini juga yang membuatnya harus berhemat dalam menggunakan kebutuhan rumah tangga. Sebab, cukup banyak warga di sana memilih berutang di warung, bahkan ada yang mencapai jutaan rupiah.
Warga Meok, Iwan menyebut hasil kebunnya tidak bisa dijual ke Kota Bengkulu. Inilah yang membuat ekonomi keluarganya cukup terguncang.
Selama beberapa bulan ini, ia beserta petani lainnya hanya bisa lapang dada karena hasil bumi yang biasa dibawa dan dijual ke Bengkulu kini hanya membusuk dan tak dipanen. Sebab, jika harus dipanen, maka ada banyak pengeluaran yang disiapkannya.
Kondisi ini, kata dia, bukan hanya dialami petani pisang, namun juga petani kakao, pinang, kopi dan lainnya. Karena itu, tak sedikit petani yang memilih menjadi kuli bangunan, termasuk dirinya.
“Ada yang jadi kuli bangunan. Saya sekarang, jadi upahan proyek. Biar ada uang. Karena ini untuk anak dan istri,” kata Iwan.
Tak hanya itu, Iwan yang anaknya sedang berkuliah di salah satu kampus di Bengkulu mengaku sudah kesulitan untuk mengirimkan biaya harian anaknya.
“Anak saya itu biasanya kami kirim Rp 300 ribu dua minggu sekali. Tapi kini, sudah tak bisa. Saya minta anak saya berhemat betul,” katanya.
Sementara itu, Ketua AMAN Wilayah Bengkulu, Fahmi Arisandi mengatakan, warga di Pulau Enggano berharap adanya angkutan untuk membawa hasil bumi ke kota besar. Sebab, hal itu adalah mata pencaharian warga di pulau itu.
“Hitungan mereka, cukup 10 kapal setiap keberangkatan. Jadi bisa menampung semua hasil pertanian. Pemerintah pasti punya kuasa ini, kami pikir. Inilah yang harusnya dilakukan dari kemarin,” kata Fahmi, Jumat (20/6/2025).
Menurutnya, hasil pertanian di Pulau Enggano bukan sekadar pisang, namun ada beragam jenis hasil bumi lainnya. Hal ini adalah satu-satunya mata pencaharian masyarakat di sana.
“Hasil bumi ini banyak tidak terbawa kapal. Bukan cuma dari pisang, ada yang lain, seperti kelapa, kakao, pinang, melinjo dan lain-lain,” jelas Fahmi.