Kejati Bengkulu kembali menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Tol Bengkulu Taba Penanjung Bengkulu Tengah. Tersangka itu yakni seorang pengacara berinisial HT.
Kepala Seksi Penyidikan Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Bengkulu Danang Prasetyo mengatakan penetapan tersangka setelah pihaknya menjalani serangkaian pemeriksaan terhadap HT di Gedung Tindak Pidana Khusus Kejati Bengkulu, Selasa (28/10/2025) siang.
Setelah ditetapkan tersangka, HT ditahan di Rumah Tahanan Malabero Kelas IIB Kota Bengkulu selama 20 hari ke depan, terhitung sejak tanggal 28 Oktober 2025 sampai dengan 16 November 2025.
Kata dia, penahanan tersebut dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu Nomor: PRINT-1693/L.7/Fd.2/10/2025 tanggal 28 Oktober 2025.
“Tersangka adalah pengacara yang mendampingi sembilan warga terdampak pembangunan (WTP) tol, tersangka memanipulasi ganti rugi tanam tumbuh dengan total Rp 15 miliar,” kata Danang Prasetyo, Rabu (29/10/2025).
Danang menegaskan, tersangka HT selain menjadi pendamping warga yang terdampak pembangunan lahan tol, tersangka juga menjalankan peran lain menjadi broker dalam ganti rugi lahan milik warga.
“Peran sebagai broker inilah tersangka membuat laporan berbeda untuk mencari keuntungan sendiri dan mengakibatkan negara mengalami kerugian,” jelasnya.
Kata Danang, penahanan dilakukan karena dikhawatirkan tersangka akan melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti serta mengulangi perbuatannya.
Sebelumnya, Kejati Bengkulu sudah terlebih dahulu menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus pembebasan lahan tol tahun 2019 sampai 2020.
Dua tersangka yang ditetapkan yakni berinisial HM selaku mantan Kepala BPN Bengkulu Tengah, dan AS selaku Kepala Bidang Pengukuran BPN Bengkulu Tengah.
Kedua orang ini ditetapkan tersangka karena harus bertanggungjawab menyebabkan terjadinya Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pembebasan Lahan Tol Bengkulu-Taba Penanjung berdasarkan alat bukti yang cukup.
Kedua orang tersebut perannya sebagai Kepala BPN Benteng dan Ketua pelaksana dan adanya ketidakbenaran diperhitungan soal ganti rugi tanam tumbuh dengan kerugian lebih kurang sebesar 4 miliar rupiah.







