Pihak Rutan Kotabumi, Lampung Utara angkat bicara ihwal tertangkapnya 3 narapidana yang melakukan pemerasan dan penipuan terhadap seorang wanita. Pihak rutan mengakui adanya kelalaian sehingga narapidana bisa memiliki handphone.
Kepala Rutan Kotabumi, Budi mengatakan handphone yang dimiliki para pelaku adalah ilegal.
“Iya, itu saya akui kita kecolongan benar, saya sudah berupa maksimal, setiap hari saya kontrol pagi, siang, malam,” katanya, Rabu (30/4/2025).
Ke depan, kata Budi, pihaknya akan secara rutin akan melakukan razia dan memperketat pengawasan terhadap para pengunjung.
“Kita sudah amankan semuanya, barang bukti dan pelaku kini ditangani oleh Polda dan kita terus mensosialisasikan kondisi Lapas kita ini tidak ada toleransi adanya handphone di dalam,” ungkapnya.
“Kita sudah melakukan razia rutin mengupayakan pemberantasan peredaran handphone maupun narkoba di dalam, kita berupaya untuk bisa melakukan tindakan itu dengan kegiatan-kegiatan razia secara rutin. Bahkan saya memerintah petugas jaga untuk melakukan tindakan penggeledahan,” lanjut Budi.
Secara tegas, dia juga menyampaikan ke depannya akan mengawasi juga anggotanya untuk mengantisipasi adanya oknum-oknum yang nakal dalam membantu para narapidana memiliki handphone.
“Kalau ada pelanggaran-pelanggaran kita tindak sesuai prosedur, termasuk keterlibatan oknum kita tindak,” tandas Budi.
Sebelumnya, tiga narapidana Rutan Kotabumi, Lampung Utara diamankan Polda Lampung. Ketiganya melakukan penipuan dan pemerasan yang membuat korban mengalami kerugian sebesar Rp 150 juta.
Ketiga narapidana tersebut yakni Armal Adi Putra, Elwani dan Fernanda. Direktur Ditreskrimsus Polda Lampung, Kombes Dery Agung Wijaya mengatakan ketiganya diamankan tim Subdit V Cybercrime setelah korban melapor.
“Ketiganya yakni A, E dan F ini merupakan narapidana yang ada di Lampung. Ketiganya melakukan pemerasan dan penipuan terhadap korban dengan kerugian mencapai Rp 150 juta,” katanya, Rabu (30/4/2025).
Pemeriksaan dan penipuan ini, kata Dery, dilakukan berawal dari salah satu pelaku mengajak korban berkenalan melalui media sosial.
“Awalnya tersangka E berkenalan dengan korban melalui media sosial, kemudian berlanjut bertukar nomor handphone dan terus berkomunikasi. E ini mengaku sebagai anggota polisi,” jelasnya.
“Komunikasi intens ini berujung terjadinya pemberian data konteks seksual disertai ancam pelaku untuk disebarluaskan,” lanjut Dery.