Wahyu Saputra terdakwa yang menelantarkan istrinya Sindi Purnama Sari hingga meninggal dunia, lolos dari hukuman mati. Dia divonis hukuman tiga tahun penjara.
Vonis ini dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang yang diketuai Chandra Gautama di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis (20/11/2025).
Hakim menyatakan perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah yang menelantarkan istrinya hingga tewas.
Namun hakim secara tegas menyatakan tidak sependapat dengan dakwaan dan tuntutan JPU yang menilai Wahyu telah memenuhi unsur pembunuhan berencana atau pasal 340 KUHP.
“Unsur-unsur dalam Pasal 340 KUHP tidak terpenuhi, sehingga tuduhan pembunuhan berencana tidak dapat dibuktikan,” tegas hakim, Kamis.
Meski begitu, majelis hakim menilai perbuatan terdakwa Wahyu dijerat dengan dakwaan alternatif ketiga, yakni pasal Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) berupa penelantaran hingga mengakibatkan kematian, sebagaimana diatur dalam Pasal 49 huruf a.
Selain itu, majelis hakim menyebut bahwa kesalahan dalam kematian Sindi ini tidak serta merta kesalahan terdakwa Wahyu, tetapi juga kurangnya perhatian dan kepedulian lingkungan sekitar seperti pemerintah setempat, terhadap kondisi korban dan keluarganya.
Hakim juga menyebut kasus penelantaran ini semestinya dapat dicegah apabila pemerintah dan aparat wilayah atau setempat lebih aktif melakukan pemantauan sosial terhadap warganya.
Kondisi ekonomi keluarga terdakwa yang serba kekurangan, minimnya akses layanan kesehatan, serta lemahnya pengawasan sosial dianggap menjadi faktor yang turut memperburuk situasi hingga akhirnya merenggut nyawa Sindi.
Harusnya pemerintah tidak abai terhadap kesejahteraan masyakarat. Ketika ada warga yang hidupnya dalam kondisi tidak layak dan membutuhkan pertolongan, negara hadir. Namun dalam kasus ini, lingkungan dan pemerintah pun tampak tidak berperan.
“Mengadili dan menyatakan terdakwa Wahyu Saputra divonis hukuman tiga tahun penjara,” tegas hakim.
Adapun hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa menghilangkan nyawa seseorang dan meninggalkan trauma bagi keluarga. Sementara hal-hal yang meringankan terdakwa masih memiliki tanggungan yakni anak dan terdakwa bersikap sopan di dalam persidangan.
Sementara itu, JPU Kejari Palembang langsung menyatakan banding dan menilai putusan hakim terlalu ringan bagi perbuatan yang mereka anggap keji dan menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
Sebelumnya dalam tuntutan, JPU menuntut terdakwa Wahyu Saputra dengan hukuman mati karena dianggap memenuhi seluruh unsur pembunuhan berencana.
Jaksa menyebut Wahyu dengan sengaja membiarkan istrinya hidup dalam kondisi mengenaskan selama berbulan-bulan, tidak memberikan perawatan medis, bahkan sempat memaksa korban berhubungan badan ketika kondisi fisiknya sudah sangat lemah.
Sementara itu kuasa hukum korban Novel dan Koni berharap jaksa menyatakan banding atas vonis hakim. Karena tidak sesuai dengan fakta dan terlalu menyudutkan pemerintah.
“Kami berharap jaksa bisa banding atas vonis hakim tersebut,”ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Eka Sulastri dan Azrianti sependapat dengan hakim. Menurutnya, kliennya tidak serta merta menelantarkan korban, namun karena kondisi ekonomi mereka dan tidak mengerti tentang bidang kesehatan sehingga Sindi hanya dirawat di rumah.
“Kami sependapat dengan putusan Majelis hakim karena faktor ekonomi sehingga terdakwa lalai dalam mengurus sang istri sehingga menyebabkan korban meninggal dunia. Selain itu karena kurangnya perhatian pemerintah juga membuat terdakwa lalai karena faktor ekonomi dan kurang tahunya tentang ilmu kesehatan,” pungkasnya.







