Pulau Tikus adalah pulau kecil yang terletak di sebelah barat Kota Bengkulu. Pulau mungil ini bukan hanya dikenal karena keindahan alamnya, tetapi juga karena kisah legenda tentang dua pangeran kembar yang menjadikannya bagian dari cerita rakyat setempat.
Dari asal-usul yang penuh mitos hingga panorama bawah laut yang memukau, Pulau Tikus menyajikan perpaduan antara kekayaan budaya dan keajaiban alam.
Pulau Tikus adalah sebuah pulau kecil yang terletak di perairan Pantai Bengkulu, tepatnya di sebelah barat Kota Bengkulu. Jika mengunjungi beberapa pantai di kota ini, kamu bisa melihat pulau tersebut dari kejauhan.
Dirangkum dari laman Pemkot Bengkulu dan buku Jelajah Wisata Nusantara oleh Tri Maya Yulianingsih, pulau ini termasuk dalam wilayah administratif Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu.
Pulau Tikus memiliki luas sekitar 1,5 hektare dan hanya berjarak 1,5 kilometer dari pusat kota. Dari Pantai Tapak Padri, kamu hanya butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai ke pulau berukuran 60 x 100 meter ini.
Suasana di Pulau Tikus sangat tenang dan asri. Meski tak berpenghuni, pulau ini memiliki satu mercusuar tinggi yang dijaga oleh petugas.
Pulau Tikus menyuguhkan pasir putih, air laut yang jernih, dan panorama alami yang membuat kamu merasa seperti berada di pulau pribadi. Dahulu, pulau ini digunakan sebagai tempat singgah kapal untuk berlindung dari badai, dan karenanya dibangun mercusuar di sana.
Pada arsip infocom diketahui, luas Pulau Tikus diketahui menyusut dari 2,5 hektare menjadi sekitar 0,5 hektare akibat abrasi. Pada lima tahun yang lalu, pemerintah provinsi sempat membuat pernyataan mendukung rencana reklamasi untuk menyelamatkannya.
Meski tak sepopuler Bali atau Kepulauan Gili di Lombok, keindahan alamnya patut kamu kagumi. Sebab, pulau ini kaya akan sumber daya hayati dan ditetapkan sebagai kawasan hutan wisata.
Namun sayang, terdapat tragedi kapal tenggelam pada Minggu (11/5/2025) pukul 16.00 WIB. Kapal itu seharusnya membawa wisatawan ke Pulau Tikus, Bengkulu namun justru mengalami mati mesin lalu diterjang ombak besar dan mengalami kebocoran.
Kapal KM Tiga Putra kemudian tenggelam dan tujuh orang dilaporkan tewas. Kejadian berawal setelah mereka pulang dari Pulau Tikus menuju ke Kota Bengkulu. Tragedi itu terjadi saat kapal di Perairan Laut sekitar Pantai Malabero – Pantai Berkas, Kota Bengkulu.
Dari keterangan warga setempat, kapal tersebut mebawa 104 penumpang terdiri 98 wisatawan Pulau Tikus, satu nakhoda dan lima anak buah kapal (ABK). Pascakejadian, Gubernur Bengkulu Helmi Hasan meminta Pemerintah Kota Bengkulu dan pihak kepolisian untuk menghentikan perjalanan wisata ke pulau Tikus.
Tujuannya, agar Pemkot setempat mengecek atau memantau seluruh perusahaan wisata tentang kelengkapan syarat kapal wisata. Pemkot Bengkulu melalui Dispar Kota Bengkulu, kemudian berkoordinasi dengan pihak Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) terkait perizinan kapal wisata.
Mungkin namanya terdengar asing, tetapi Pulau Tikus menyimpan pesona yang luar biasa. Pulau mungil ini dipenuhi karang dan sangat cocok untuk aktivitas snorkeling atau memancing.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Tempat ini menawarkan berbagai aktivitas wisata menarik seperti snorkeling, fun trip, memancing, hingga acara gathering. Saat akhir pekan, pulau ini biasanya dikunjungi banyak wisatawan. Sekedar info diketahui pada tahun 2021, pengelolaan wisata di pulau ini dipegang oleh Lestari Alam Laut Untuk Negeri (LATUN).
Keindahan alam bawah laut di setiap spot diving pun memiliki daya tarik tersendiri. Untuk ke Pulau Tikus, kamu bisa menyewa perahu nelayan dari Pantai Zakat atau Pantai Tapak Padri. Karena perahu yang biasa digunakan tidak terlalu besar, persiapan menyelam biasanya dilakukan sejak masih di darat.
Kalau kamu mencoba snorkeling di sekitar pulau, kamu akan melihat ikan-ikan kecil yang berwarna-warni bermain di antara karang yang cantik. Jika suka, kamu juga bisa memancing di sela-sela karangnya.
Tak hanya itu, bermalam atau berkemah di sini menjadi pengalaman yang mengesankan. Apalagi saat malam tiba dengan langit penuh bintang dan suara ombak yang menenangkan.
Selain ekosistem karang, laut di sekitarnya juga menjadi habitat penyu hijau dan penyu sisik yang bertelur di malam hari. Dengan terumbu karang yang masih terawat dan kondisi laut yang tenang serta jernih, Pulau Tikus menjadi destinasi bahari yang cocok buat kamu yang ingin menyelam, snorkeling, atau hanya sekadar menikmati ketenangan alam.
Para nelayan lokal juga menyediakan perahu dan bisa menjadi pemandu selama kamu berkunjung ke sini. Bahkan, kamu bisa menjumpai nelayan yang sedang menjemur hasil tangkapan mereka menjadi ikan asin.
Konon yang paling menarik, jika kamu beruntung, kamu bisa bermain bersama penyu hijau yang sesekali muncul di permukaan air. Penyu ini termasuk satwa yang dilindungi dan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pecinta alam.
Konon, pulau ini terbentuk dari pertarungan dua pangeran kembar yang berakhir tragis, meninggalkan jejak berupa dua pulau yakni Pulau Tikus dan Pulau Kucing. Berikut dongeng asal-usul Pulau Tikus, disadur dari buku Cerita di Balik Nama Pulau Tikus oleh Elvi Ansori dan Larasputri S, buku terbitan Kemendikbud:
Dahulu kala, di pesisir barat Pulau Sumatra, berdirilah sebuah kerajaan kecil bernama Kerajaan Serut Gading. Letaknya tak jauh dari muara Sungai Serut.
Kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja yang terkenal bijaksana. Sang raja memiliki dua orang putra kembar yang wajahnya sangat mirip, ibarat pinang dibelah dua.
Kedua pangeran itu bernama Sang Nala dan Sang Mala. Karena begitu disayangi oleh Raja dan Permaisuri, kedua pangeran itu tumbuh dimanja. Apa pun yang mereka minta selalu dituruti.
Sayangnya, perlakuan ini membuat mereka tumbuh menjadi anak yang sombong dan egois. Keduanya suka bersaing dan tak pernah mau mengalah. Pertengkaran di antara mereka sering kali tak terelakkan, membuat Raja dan Permaisuri kebingungan.
Meski telah berulang kali dinasihati untuk saling menghormati dan menyayangi sebagai saudara, nasihat itu seolah tidak pernah mereka dengarkan. Mereka tetap saja bertengkar, seperti kucing dan tikus yang tak pernah akur.
Sampai suatu hari, seorang penasihat kerajaan menyarankan agar kedua pangeran dipisahkan sementara waktu. Saran itu pun dilaksanakan.
Sang Nala kemudian dikirim ke Gunung Bungkuk untuk belajar pada seorang datuk sakti, sedangkan Sang Mala berguru pada seorang pendekar yang juga ahli pengobatan di lereng Gunung Kaba.
Waktu berlalu, tahun demi tahun berganti. Setelah sepuluh tahun lamanya menimba ilmu, Sang Nala dan Sang Mala akhirnya kembali ke istana.
Mereka pulang membawa ilmu dan kesaktian luar biasa yang diberikan oleh guru masing-masing. Bahkan, kedua guru mereka ternyata masih bersaudara, sehingga ajaran dan kekuatan yang diberikan pun hampir serupa.
Mereka mampu berjalan di atas air dan mengangkat batu raksasa. Raja dan Permaisuri sangat bangga melihat kedua putranya telah tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan tampan.
Namun kebahagiaan itu tak bertahan lama. Meskipun sudah dewasa dan memiliki kesaktian, sikap kedua pangeran ternyata tidak berubah. Mereka justru makin sering adu kekuatan, saling menunjukkan siapa yang lebih hebat.
Ketegangan mencapai puncaknya saat sang Raja hendak memilih penerus takhta. Meski Sang Nala lahir lebih dulu, Sang Mala tidak mau mengalah. Kedua pangeran pun akhirnya bertarung, menunjukkan kesaktian mereka di darat, di atas air, bahkan sampai ke tengah laut.
Mereka mengangkat batu-batu karang dari dasar laut dan melemparkannya satu sama lain. Laut pun bergemuruh hebat, ombak tinggi menerjang pantai, dan gempa dahsyat mengguncang bumi.
Melihat kekacauan yang disebabkan oleh keserakahan dan ego kedua pangeran, Sang Penguasa Laut, Bumi, dan Langit pun murka. Akibat pertarungan itu, rakyat menjadi korban bencana. Setelah laut kembali tenang, kedua pangeran kembar menghilang tanpa jejak. Mereka lenyap seolah ditelan bumi.
Namun, dari sisa pertarungan itu, muncul dua pulau kecil di tengah laut. Letaknya berdekatan, dan sejak saat itu dikenal sebagai Pulau Tikus dan Pulau Kucing.
Pulau Tikus terletak lebih dekat ke pantai, sedangkan Pulau Kucing berada di belakangnya dan hanya terlihat saat air laut surut. Bentuknya menyerupai seekor kucing.
Raja dan Permaisuri yang ditinggalkan oleh kedua putranya sering duduk di tepi pantai, memandangi kedua pulau itu dengan hati pilu. Begitulah alkisah asal-usul dari nama Pulau Tikus dan Pulau Kucing.
Nah, itulah tadi penjelasan dan asal-usul dari Pulau Tikus Bengkulu. Semoga menambah pengetahuanmu, ya!