Menyusuri Peninggalan Kolonial Belanda di Palembang

Posted on

Ratusan tahun Indonesia dijajah oleh Belanda, termasuk Kota Palembang, Sumatera Selatan. Tak dipungkiri, ada begitu banyak peninggalan sejarah dari Belanda yang masih ada hingga saat ini.

Pada mulanya, Belanda mendirikan persekutuan dagang yang diberi nama Verenig de Oost Indische Compagnie (VOC) untuk melakukan aktivitas perdagangan, salah satunya di Palembang. Saat Palembang dikuasai oleh Belanda, pemerintah kolonial Belanda perlahan mengubah dari kota air menjadi daratan.

Sejarahwan dari Univeristas Sriwijaya (Unsri) Dedi Irawan mengungkapkan, setelah Palembang dijajah oleh kolonial Belanda masih ada sejumlah bangunan dan tempat-tempat peninggalan kolonial Belanda yang masih ada hingga saat ini.

Berikut peninggalan Kolonial Belanda yang masih ada di Bumi Sriwijaya:

Di sini masih ada bangunan bekas peninggalan kolonial Belanda. Selain itu, Tengkuruk merupakan kawasan perekonomian yang dulunya merupakan aliran sungai, namun karena untuk pusat ekonomi dan pembangunan Jembatan Ampera maka sungai tersebut ditimbun dan menjadi daratan.

“Pada zaman kolonial Belanda, kawasan yang dibangun duluan adalah kawasan pasar. Salah satunya Pasar 16 Ilir,” katanya.

Sebetulnya pasar 16 Ilir dalam masa kolonial mulai dari tahun 1912 hingga 1938 terus direnovasi oleh pemerintahan Hindia Belanda. Sehingga Pasar 16 Ilir sudah 4 kali renovasi.

“Pasar ini menjadi salah satu pemasukan kota. Sehingga pasar ini dibuat nyaman agar bisa disewakan dan pedagang bisa membayar pajak kepada pemerintahan kolonial Belanda,” katanya.

Selain pasar 16 Ilir, lanjut Dedi, ada juga pasar baru yang sekarang dikenal dengan nama lorong basah. Bangunan di sana merupakan peninggalan kolonial Belanda.

Kawasan Jalan Jenderal Sudirman merupakan salah satu peninggalan kolonial Belanda yang masih ada dan dapat dilihat, adanya bangunan-bangunan kuno zaman Belanda yang masih berdiri kokoh di kawasan tersebut.

“Kawasan Jalan Sudirman itu dulu adalah Sungai Tengkuruk. Kemudian diubah menjadi jalan daratan hingga saat ini. Selain jalan yang dibangun Belanda dan yang paling utama yang dibangun Belanda adalah pasat sebagai pusat perekonomian,” katanya.

Runah Sakit AK gani atau dulu dikenal dengan nama Rumah Sakit Benteng merupakan rumah sakit pertama kali di Palembang yang merupakan peninggalan kolonial Belanda. Rumah sakit berada di kawasan Benteng Kuto Besak sehingga disebut Rumah Sakit Benteng dan rumah sakit yang pertama kaki dibangun Belanda.

“Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus militer,” katanya.

Di masa kolonial Belanda di Palembang,kolonial Belanda ini juga membangun kantor pos yang dikenal sekarang kantor Pos Merdeka.

Pada masa itu, menurut Dedi, cara berkomunikasi saat itu lewat surat, pengiriman uang dan sebagainya sehingga dibangun kantor pos.

Museum SMB II atau dulu dikenal rumah residen atau Rumah Komisaris Belanda memiliki gaya arsitektur yang memadukan gaya lokal dan arsitektur Eropa. Gaya lokal ini bercirikan gaya Indies gabungan Hindia-Belanda.

“Selain kantor pos dan Museum SMB II, Lapas Perempuan Palembang yang berada di sepan kantor Pos Merdeka juga merupakan peninggalan Belanda,” katanya.

Pada zaman Belanda, ada salah satu kawasan yang menjadi tempat kawasan peninggalan Belanda di kawasan Talang Semut atau dikenal dengan Kambang Iwak Kecik. Di sana merupakan kawasan pemukiman elit kolonial Belanda yang dihuni oleh pegawai Residen Belanda.

Saat ini kawasan tersebut masih ada yang berdesain art deco. Perumahan Talang Semut ini dari Kambang Iwak Besak hingga Kecil merupakan kawasan pemukiman Belanda.

“Peninggalan Belanda di Palembang cukup banyak dan saat ini masih bisa dilihat oleh masyarakat,” katanya.

Kantor Wali Kota Palembang,pada zaman kolonial Belanda dikenal sebagai kantor ledeng atau menara air (Water Torren).

Kantor ini merupakan kantor instalasi air bersih pada zaman Ir R.C.A.F.J. Le Cocq d Armandville. Gedung ini dulunya mendistribusikan air bersih melalui sistem gravitasi, dengan memanfaatkan ketinggian gedung setinggi 35 meter.

Pembangunan Kantor ledeng ini menghabiskan hingga 1 ton emas. Pada zaman Belanda kantor ledeng berubah fungsi menjadi kantor Syuco-kan atau Kantor residen. Setelah Indonesia merdeka gedung ini kembali menjadi kantor Wali Kota hingga sekarang.

Gedung ini dibangun pada tahun 1883 sebagai tempat tinggal pejabat tinggi pemerintah Hindia Belanda di Palembang. Gedung Museum Tekstil ini memiliki gaya seni arsitektur art deco.

Menurut Dedi, karena masih banyaknya peninggalan kolonial Belanda di Palembang diharapkan pembangunannya tetap ada dan dilestarikan. Hal ini agar anak cucu nanti dapat melihat masih adanya peninggalan sejarah dari kolonial Belanda dan itu menjadi bukti sejarah.

“Jika pun ingin membangun kalau nisa tidak merubah bentuk aslinya agar bangunan peninggalan sejarah ini tetap ada dan dilestarikan,” pungkasnya.

1. Kawasan Tengkuruk Permai

2. Kawasan Jalan Jenderal Sudirman

3. RS AK Gani

4. Kantor Pos Merdeka

5. Museum SMB II Palembang

6. Kawasan Pemukiman Belanda di Talang Semut

7. Kantor Wali Kota Palembang

8. Gedung Museum Tekstil