Musim Kemarau di Sumatera Selatan, Hujan Masih Turun Meski Intensitas Rendah

Posted on

Sumatera Selatan sudah memasuki musim kemarau saat ini. Namun, dalam beberapa hari terakhir di Kota Palembang turun hujan meski intensitasnya sangat rendah.

Kepala Stasiun Klimatologi Kelas 1 Sumsel, Wandayantolis mengungkapkan meski saat ini musim kemarau bukan berarti tanpa hujan sama sekali.

“Perlu dipahami bahwa musim kemarau bukan berarti tanpa hujan sama sekali, melainkan hujan terjadi dengan intensitas rendah, tidak merata, dan jumlah hari tanpa hujan lebih banyak dibanding hari hujan,” jelas Wandayantolis, Kamis (26/6/2025).

Menurut Wandayantolis, hujan yang terjadi bersifat lokal, disebabkan oleh perubahan sirkulasi angin dan faktor atmosfer skala kecil, bukan sistemik atau regional.

“Curah hujan yang tercatat masih rendah, dengan akumulasi di bawah 50 mm dalam 10 hari, yang sesuai dengan definisi musim kemarau,” katanya.

Selain itu, lanjut Wandayantolis, banyak yang mengira bahwa saat musim kemarau tetapi masih turun hujan dan dinyatakan bahwa hal tersebut adalah kemarau basah itu tidaklah benar.

“Hingga saat ini tidak terdapat parameter cuaca maupun iklim yang mendukung adanya kemarau basah. Pernyataan tersebut disampaikan sebagai klarifikasi atas pemberitaan yang beredar sebelumnya di media,” tegasnya.

Wandayantolis menjelaskan, untuk kondisi iklim terkini tidak ada indikasi kemarau basah. Istilah tersebut kemungkinan merupakan kesalahan kutipan atau interpretasi media.

Selain itu, tahun ini tidak terdapat potensi La Nina, yang biasanya berperan dalam meningkatkan curah hujan secara luas.

“Dengan demikian, tidak ada faktor iklim besar yang menyebabkan hujan meluas selama musim kemarau,” katanya.

Ditegaskan Wandayantolis, perlu dipahami bahwa musim kemarau bukan berarti tanpa hujan sama sekali, melainkan hujan terjadi dengan intensitas rendah, tidak merata, dan jumlah hari tanpa hujan lebih banyak dibanding hari hujan.

Adapun wilayah yang harus diwaspadai saat musim kemarau potensi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) ini karena titik hotspot mulai terlihat yakni pada Juli wilayah barat Musi Rawas Utara (Muratara), Empat Lawang, dan Pagar Alam. Sementara untuk Agustus-September yakni Musi Banyuasin (Muba), Banyuasin, Ogan Ilir (OI), hingga Ogan Komering Ilir (OKI).

“Selain karhutla, juga diingatkan untuk mewaspadai potensi kebakaran di permukiman dan perumahan, karena saat kemarau api lebih mudah menyebar akibat kondisi kering,” pungkasnya.