Sampah di Kampung Kapitan, Palembang, Sumatera Selatan, ternyata kiriman ketika arus Sungai Musi pasang dan perilaku masyarakat. Namun, warga juga terganjal birokrasi dari pemerintah setempat yang lamban terkait koordinasi penanganan sampah itu.
Ketua RT 49 daerah 7 Ulu, Melisa (38), mengakui bahwa pihak Kelurahan sebenarnya sudah memberikan perhatian. Lurah setempat tercatat pernah turun langsung ke lokasi untuk menjaga kondisi yang kemudian ditindaklanjuti dengan aksi pembersihan oleh dinas kebersihan pada November lalu.
“Pak Lurah sudah tahu keadaan di sini (Kampung Kapitan), bahkan sempat datang langsung, makanya sempat dibersihkan. Namun setelah itu sampah muncul lagi, baik dari warga luar, sampah kiriman yang membuang di sini dan sisa sapuan jalan yang tidak diangkut secara menyeluruh,” ujarnya, Rabu (24/12/2025).
Ia juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap birokrasi yang dianggap lamban dalam menangani tumpukan sampah yang kembali muncul.
Padahal, sambungnya, kondisi lingkungan yang kotor telah berdampak buruk bagi kesehatan warga, mulai dari ancaman nyamuk DBD, hingga gangguan hewan seperti ular.
“Kami sudah melapor ke kelurahan dan sempat dibersihkan bulan November lalu. Tapi setelah itu terulang lagi. Katanya Pak Lurah sudah lapor ke Camat, tapi respons-nya tidak ada tindak lanjut. Kami capek melapor kalau tidak ada aksi nyata,” ungkapnya.
Sementara itu, Camat Seberang Ulu (SU) I, Hijrun (44) mengatakan rantai komunikasi dari tingkat RT hingga kecamatan harus berjalan dengan jelas. Hijrun menyatakan bahwa bersiap untuk merespons jika ada informasi yang masuk melalui forum resmi atau laporan langsung.
“Intinya kalau rakyat tidak menginformasikan ke kami, kami jujur tidak tahu. Tapi kalau di- share di forum, pasti kami respons seperti aksi bersih-bersih di Jembatan Ogan,” tegas Hijrun, Rabu.
Selain masalah koordinasi, Hijrun juga menyoroti letak geografis permukiman warga di tepian anak sungai yang membuat sampah sulit dikendalikan secara permanen.
Sampah-sampah tersebut, sambungnya, sering kali merupakan kiriman yang terbawa arus sungai saat air sedang pasang.
“Sampah yang tergenang ini biasanya ‘datangan’, sesuai dengan pasang surut air sungai. Kami sedang mengusulkan ke PUPR untuk pemasangan jaring di pangkal dan ujung anak sungai agar sampah tidak lagi ‘kulu-kilir’ terbawa arus,” jelasnya.
Sebagai solusi jangka panjang, Hijrun memaparkan program pilahlah sampah dari rumah (Piksadar). Program ini bertujuan mengedukasi warga agar memilah sampah organik dan anorganik sejak dari dapur guna mengurangi beban sampah di hilir.
“Tahun depan akan kami pelajari penanganan sampah dari skala kecil (RT). Kami juga berencana mengusulkan ke Dinas PUPR untuk pemasangan jaring agar sampah terbawa arus pasang surut Sungai Musi,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh Nadiya, Rika Amelia peserta Program MagangHub Bersertifikat dari Kemnaker di infocom.
