Sambal Seruit, Makanan Khas Lampung yang Membawa Pesan Kebersamaan

Posted on

Provinsi Lampung memiliki satu sajian khas yang tak boleh dilewatkan, yakni sambal seruit. Sambal yang satu ini bukan sekadar pelengkap di meja makan, melainkan bagian dari tradisi dan budaya masyarakat Lampung yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Keunikan cita rasanya yang pedas, segar, dan berpadu dengan keasaman alami, membuat sambal seruit menjadi teman setia hidangan ikan bakar khas Lampung. Tak hanya lezat, sambal seruit juga menyimpan banyak fakta unik yang belum banyak diketahui.

Dalam laman resmi Dinas Pariwisata Kabupaten Lampung Tengah, dijelaskan Seruit adalah makanan khas Lampung yang sering dihidangkan saat perayaan hari besar ataupun hajatan keluarga. Bagi masyarakat Lampung pepadun, seruit merupakan makanan yang dikonsumsi sehari-hari.

Seruit sendiri adalah makanan khas Lampung Barat, yang terbuat dari ikan bakar dicampur dengan sambal terasi, tempoyak (hasil fermentasi durian), lalapan, hingga buah mangga kweni muda. Ikan yang dipakai untuk membuat seruit beragam, mulai dari ikan balide, ikan layis, ikan baung, dan jenis ikan dari sungai besar lainnya.

Toto Sudargo dkk dalam buku Budaya Makan Dalam Perspektif Kesehatan, menyebut nyeruit adalah salah satu tradisi kuliner masyarakat Lampung. Nyeruit adalah kebiasaan makan seruit secara bersama-sama dalam lingkup keluarga atau pergaulan.

Asal-usul sambal seruit tak bisa dilepaskan dari budaya gotong royong dan kebersamaan masyarakat Lampung. Dalam bahasa Lampung, istilah ‘nyeruit’ atau ‘muju’ kerap digunakan sebagai ajakan untuk makan bersama.

Ungkapan ini mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, kedekatan, dan rasa persaudaraan antarindividu dalam komunitas. Tradisi nyeruit masih sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Lampung hingga kini, terutama dalam acara-acara penting seperti pertemuan keluarga, pernikahan, upacara adat, hingga kegiatan keagamaan.

Tradisi ini tidak sekadar menyantap makanan, tetapi juga menjadi simbol eratnya hubungan sosial. Terdapat pula kepercayaan unik seputar nyeruit. Salah satunya adalah mitos bahwa jika sambal seruit yang diulek menjadi sangat halus, maka besar kemungkinan pembuatnya adalah seorang perempuan yang masih gadis.

Selain itu, cara menikmati seruit pun menggambarkan suasana kekeluargaan yang erat. Sebab disajikan bukan di atas piring atau meja makan, melainkan disantap sambil duduk lesehan dengan alas daun pisang.

Masyarakat Lampung bahkan meyakini bahwa seruit tidak seharusnya disantap sendirian. Makanan ini dianggap kehilangan makna dan cita rasa jika tidak dibagi bersama.

Ada pula yang mengartikan ‘seruit’ secara etimologis berarti ‘jebakan’. Hal ini berkaitan dengan dominasi rasa pedas dalam sajian tersebut, yang sering kali membuat penikmatnya kewalahan.

Oleh karena itu, sensasi makan seruit justru menjadi lebih menyenangkan saat dinikmati bersama, karena rasa pedas, asam, dan asin yang menyatu dalam satu hidangan seolah mewakili keramaian dan kebersamaan yang tercipta dalam momen nyeruit.

Secara umum, seruit adalah campuran sambal yang terdiri atas cabai, bawang dan terasi bakar, ditambah sedikit air. Sambal ini jadi campuran dengan ikan goreng atau bakar, serta sayuran seperti terong rebus, oyong, dan lainnya.

Jika dibandingkan dengan sambal pada umumnya, ada beberapa keunikan dari Sambal Seruit Lampung. Di antaranya sebagai berikut:

Awalnya, seruit merupakan olahan sederhana yang terbuat dari bahan-bahan alami yang ada di sekitar tempat tinggal masyarakat. Seiring waktu, beberapa jenis sayuran yang dulu menjadi bagian utama seruit, kini lebih umum dijadikan sebagai lalapan pelengkap.

Di antaranya yang paling digemari adalah petai, jengkol, timun, daun singkong, dan adas. Perubahan ini mencerminkan dinamika budaya makan yang terus berkembang namun tetap menjaga esensi kebersamaan yang terkandung dalam tradisi nyeruit.

Keunikan seruit bukan hanya terletak pada jenis ikan yang digunakan, tetapi juga pada keberadaan tempoyak sebagai bahan khas. Komponen penting dalam seruit adalah keberadaan tempoyak atau sambal terasi sebagai penyedap utama.

Tempoyak dibuat dari durian matang yang difermentasi dengan menambahkan garam, lalu didiamkan hingga mengalami proses pengasaman alami. Setelah fermentasi, daging durian tersebut dihaluskan dan digunakan sebagai bahan penyedap dalam sambal seruit yang memberi cita rasa asam dan khas.

Murdijati-gardjito dkk dalam bukunya yang berjudul Makanan Penyerta dan Pelengkap Hidangan Indonesia, menyebut sambal seruit kerap disantap secara kolektif, terutama dalam momen-momen penting seperti upacara adat suku Saibatin dan Pepadun.

Bahkan, dalam budaya suku Lampung Pepadun, sambal seruit dianggap sebagai bagian dari makanan pokok yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya, sambal ini disajikan bersama nasi putih, dan sering kali dipadukan dengan potongan ayam bakar yang telah dibumbui bawang putih, garam, kunyit, jahe, dan kecap manis.

Selain itu, sambal seruit juga cocok disantap bersama aneka lalapan seperti daun kemangi, mentimun, terung bakar, jengkol, hingga daun jambu monyet, menjadikannya hidangan yang kaya akan rasa dan tekstur.

Nah, itulah tadi penjelasan tentang asal usul dan ciri khas sambal seruit Lampung. Apakah kamu sudah pernah mencobanya?

Mengenal Seruit dan Tradisinya

Keunikan Sambal Seruit Khas Lampung

1. Perubahan Bahan Utama Seruit

2. Keberadaan Tempoyak

3. Menjadi Hidangan Upacara Adat