Kejati Bengkulu Tetapkan Tiga Tersangka Korupsi Kebocoran PAD Mega Mall

Posted on

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu kembali menetapkan tiga orang tersangka atas kasus dugaan korupsi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Mega Mall dan PTM Bengkulu.

Ketiganya yakni HR selaku Direktur PT. Tigadi Lestari, tersangka SB selaku Komisaris PT. Tigadi Lestari dan CDP dari BPN Kota Bengkulu. Penetapan tersangka tersebut dilakukan oleh penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) Kejati Bengkulu.

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, ketiganya sempat menjalani pemeriksaan dari penyidik sejak siang dan berlangsung hingga malam hari. Usai ditetapkan tersangka, ketiganya langsung ditahan oleh penyidik dan dititipkan ke Rutan Kelas IIB Bengkulu.

“Tiga tersangka kita tetapkan yakni HR dan SB merupakan adik kandung dari Wahyu Laksono, sedangkan CD ini mantan pejabat BPN Kota Bengkulu,” kata Kasi Pidsus Kejati Bengkulu Danang Prasetyo didampingi Kasi Penkum Kejati Bengkulu Ristianti Andriani, Rabu (18/6/2025).

Danang menyebutkan, ketiga tersangka baru ini setelah dilakukan pemeriksaan terbukti melakukan tindakan melawan hukum atas kasus kebocoran PAD Kota Bengkulu.

“Ketiga tersangka telah kita tahan di rutan kelas 11 B Bengkulu,” tutup Danang.

Diketahui sebelumnya, Kejati Bengkulu telah menetapkan sebanyak 3 orang sebagai tersangka dan dilakukan penahanan yaitu mantan Wali Kota Bengkulu Ahmad Kanedi, Direktur Utama PT Tigadi Lestari Kurniadi Begawan, dan Direktur Utama PT Dwisaha Selaras Abadi Wahyu Laksono.

Atas kasus ini penyidik juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi, salah satunya Ketua DPRD Provinsi Bengkulu Sumardi. Namun pemeriksaan terhadap Sumardi bukan dilakukan atas jabatannya sebagai Ketua DPRD Provinsi, melainkan terkait jabatannya sebagai mantan Pj Wali Kota pada tahun 2012-2013.

Sumardi diperiksa oleh penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Bengkulu pada hari ini Selasa (10/6/2025) lalu. Selain memeriksa saksi Sumardi, pada hari itu penyidik juga memeriksa pihak perbankan yang diduga terlibat atau memiliki keterkaitan dalam aliran dana PAD Mega Mall dan PTM.

Kasus ini bermula pada tahun 2004 ketika lahan tempat berdirinya Mega Mall dan PTM yang awalnya berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik Pemerintah Kota Bengkulu, dialihkan menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). SHGB tersebut kemudian dipecah menjadi dua bagian yaitu satu untuk Mega Mall dan satu untuk PTM.

Selanjutnya, SHGB tersebut diagunkan oleh pihak pengelola ke perbankan namun ketika kredit mengalami tunggakan, sertifikat itu kembali diagunkan ke bank lain hingga akhirnya berutang kepada pihak ketiga.

Akibat utang tersebut, aset lahan yang merupakan milik Pemerintah Kota Bengkulu terancam diambil alih pihak ketiga apabila utang tidak dilunasi oleh manajemen Mega Mall.